Ogan Ilir, Sumatera Selatan—Di tengah riuh rendah kehidupan kiwari kita mungkin sepakat jika waktu luang adalah keuntungan termewah yang dimiliki manusia. Bila kita masih sangsi soal ini, mungkin cerita dari Made bisa membantu kita memahami pernyataan di awal.
Made Widiyana, nama lengkapnya, salah satu relawan yang turut hadir dalam acara Community Gathering dan Training Kebencanaan yang diselenggarakan Dompet Dhuafa Sumatera Selatan dan Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa di Desa Burai, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan (19/01/2024).
Caranya bercakap dengan logat khas Palembang, mungkin tak terpikir sama sekali kalau Made sebetulnya lahir dan besar di Bogor, Jawa Barat. Dengan dialek Palembang layaknya warga asli Bumi Sriwijaya ia bercerita perihal waktu luang dan alasan dirinya terjun di dunia kerelawanan.
“Sejak tahun 2022, awalnya lihat kawanku, dia lebih dulu ikut dunia kerelawanan. Dan karena aku anak kuliahan, banyak waktu luang tidak terpakai dan akhirnya tergugah hatiku untuk ikut dunia kerelawanan. Memanfaatkan waktu luang itu”, ungkap Made yang termasuk bagian dari salah satu anggota komunitas di Kota Palembang.
Dari satu hal itu–waktu luang, Made memutuskan menjadi relawan yang tergabung di komunitas Satu Amal Indonesia di Kota Palembang sejak tahun 2022. Ini menjadi titik mula dirinya bergelut dalam dunia penuh keberkahan dan keikhlasan, menurutnya.
Made bercerita tentang perjalanannya mengabdi menjadi relawan. Mengajar anak-anak menjadi kegiatan rutin yang ia lakukan bersama rekan-rekan relawan lainnya di Palembang.
Meskipun sebetulnya ia mengakui tidak punya pengalaman mengajar sebelumnya, ia bersemangat menunaikan tugas kerelawanannya.
“Aku tidak punya basic mengajar, tapi untuk mengajari adik-adik supaya bisa mengenal huruf dan tidak buta huruf, akan aku lakukan. Lelah memang, apalagi, kan, anak-anak sangat aktif. Tapi nikmatnya rasa ikhlas ada di sana”, kata Made yang punya darah Bali dari ibunya.
Selain itu, mahasiswa semester 7 Politeknik Negeri Sriwijaya ini bercerita soal banyaknya ilmu dan keterampilan yang ia dapatkan dari acara Community Gathering dan Training Kebencanaan.
Salah satunya yang ampuh menggugah hatinya adalah penjelasan terkait value volunteerism yang ada dalam sesi materi di acara tersebut.
Menurutnya, semua orang adalah relawan dalam porsinya masing-masing. Tugas dan tujuan relawan yang paling minimum adalah membuat hati orang lain senang. Bila seperti itu, lanjutnya, kita semua dilahirkan sebagai relawan.
“Saat lahir saja kita sudah bisa membuat hati kedua orangtua kita senang dengan kelahiran kita”, terang Made dengan senyum simpul di wajahnya tanda kagum pada gagasan yang baru saja diucapkannya.
Pandangan umum kerap mengindentikkan sikap relawan dengan altruisme, yakni menempatkan kepentingan orang lain di atas urusan-urusan pribadi. Sikap kebajikan untuk kesejahteraan orang lain.
Menjadi relawan berarti juga harus siap mengorbankan waktu luangnya untuk membantu sesama. Perihal ini Made punya pandangannya sendiri.
“Relawan itu fleksibel soal waktu. Ketika ada urusan pribadi yang lebih mendesak, seperti pendidikan atau orang tua, kita prioritaskan itu terlebih dahulu. Tetapi gak ada salahnya kalau kita harus mengorbankan waktu, pikiran dan tenaga untuk orang lain selama itu positif…”, kata Made sembari membetulkan posisi kacamatanya yang sedikit miring.
“… Karena sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi sesamanya”, lanjut Made.
Pembekalan wawasan tentang volunteerism dan keterampilan mitigasi bencana selama tiga hari pelatihan di Desa Burai ini semakin memperkaya khazanah pengetahuan Made tentang dunia kerelawanan.
Terutama terkait mitigasi bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla), seperti cara memadamkan api menggunakan APAR dan juga mitigasi bencana banjir, seperti water rescue.
Keterampilan-keterampilan tersebut menjadi hal baru yang didapatkan Made selama menjadi relawan.
Mengikuti kisah yang diceritakan Made di atas, waktu luang yang dimilikinya selama menjadi mahasiswa membawanya menjadi relawan yang siap membantu masyarakat.
Ketika pertolongan yang kita berikan membawa pada nikmat batin dan pengalaman belajar tentang rasa ikhlas, bukankah ini adalah keuntungan untuk pribadi kita?
Made Widiyana hanya satu dari sekian banyak relawan yang pengalaman di dunia relawannya sarat akan hikmah dan pelajaran. Semoga ini bisa menjadi motivasi kita semua untuk terus membantu sesama. Sebagaimana penuturan Made di atas, karena relawan sejatinya adalah kita semua. Karena Bumi Cuma Satu, Berdaya Sekarang. (MAA/ DMC Dompet Dhuafa)