Menurut Earhtquake Catalog (2019) yang dibuat oleh Disaster and Emergency Management Presidency (DEMP) rata-rata, Turki mengalami setidaknya satu gempa bumi setiap tahun, dengan kekuatan berkisar antara 5 hingga 6 magnitudo (Uzun dan Oğlakci, 2019 : 66)
Berikut sejarah singkat tentang gempa bumi besar yang melanda wilayah Turki:
Desember 115 M – Gempa bumi yang disusul tsunami melanda perbatasan antara Turki dan Suriah pada 115 M. Sekitar 260.000 orang diperkirakan tewas dan kota Antiokhia hancur. Kaisar Romawi Trajan dan penggantinya Hadrian diyakini terjebak dalam gempa tersebut, menurut catatan penulis Cassius Dio.
Mei 526 – Sekitar 250.000 orang diyakini telah meninggal di Antiokhia lebih dari 400 tahun setelah gempa 115. Daerah ini dekat dengan persimpangan tiga kompleks antara batas lempeng.
Juli 1688 – Dikenal sebagai gempa Smirna, pusat gempanya dekat dengan kota terbesar ketiga di Turki, Izmir. Itu menyebabkan 16.000 orang tewas.
Juni 1859 – Di timur laut Turki, gempa berkekuatan 6,1 menewaskan sekitar 15.000 orang dan menghancurkan sebagian besar kota Erzurum.
Desember 1939 – Pada tanggal 26 Desember 1939, di bagian timur Zona Sesar Anatolia Utara, gempa berkekuatan 7,9 melanda Erzincan. Gempa bumi di Turki ini merupakan yang terbesar yang terjadi sejak 1668. Menurut angka resmi; 32.968 orang tewas dan 116.720 bangunan hancur (Uzun dan Oğlakci, 2019 : 65).
Agustus 1999 -Pada tanggal 17 Agustus 1999, Gempa Marmara yang berpusat di Kocaeli (Gölcük) melanda dengan kekuatan 7,4 magnitudo. Menurut informasi resmi, 17.480 orang tewas, 23.781 orang luka-luka, 285.211 rumah dan 42.902 tempat kerja rusak. Sekitar setengah juta orang kehilangan tempat tinggal setelah bencana tersebut (Uzun dan Oğlakci, 2019 : 65).
Kecenderungan Turki yang tinggi terhadap gempa bumi disebabkan oleh lokasinya yang berada di persimpangan tiga lempeng tektonik yang berbeda.
Massa daratan ini, yang merupakan kulit terluar Bumi, terus bergerak dan saling bertabrakan. Gempa bumi paling sering terjadi di garis patahan lempeng, yaitu patahan besar di permukaan planet.
Sebagian besar Turki terletak di lempeng tektonik Anatolia, yang berada di antara lempeng utama Eurasia dan Afrika dan yang kecil, lempeng Arab.
Ketika lempeng-lempeng ini akhirnya “lepas” akibat penumpukan tekanan, mereka melepaskan sejumlah besar energi yang dirasakan dalam bentuk gempa bumi, atau tsunami ketika lempeng-lempeng tektonik bertemu di bawah air.
Prof Joanna Faure Walker, kepala Institut Pengurangan Risiko dan Bencana di University College London, mengatakan: “Dari gempa bumi paling mematikan pada tahun tertentu, hanya dua dalam 10 tahun terakhir yang memiliki kekuatan yang sama, dan empat dalam 10 tahun terakhir,” sebagaimana dikutip dalam BBC.
Namun bukan hanya kekuatan getaran yang menyebabkan kehancuran. Kejadian ini terjadi pada dini hari, ketika orang-orang berada di dalam dan tidur. Kekokohan bangunan juga menjadi salah satu faktornya.
Dr Carmen Solana, pembaca vulkanologi dan komunikasi risiko di University of Portsmouth, mengatakan: “Sayangnya, infrastruktur yang bertahan tidak merata di Turki Selatan dan terutama Suriah, jadi menyelamatkan nyawa sekarang sebagian besar bergantung pada respons. Dalam 24 jam ke depan sangat penting untuk menemukan penyintas . Setelah 48 jam jumlah yang selamat berkurang drastic,” sebagaimana diwartakan BBC.
Ini adalah wilayah di mana tidak ada gempa bumi besar selama lebih dari 200 tahun atau tanda peringatan apa pun, sehingga tingkat kesiapsiagaan akan lebih rendah dibandingkan wilayah yang lebih terbiasa menghadapi gempa.