Apa itu Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB)?
Ia adalah upaya pencegahan dan penanggulangan dampak bencana pada satuan pendidikan. Penyelenggara program SPAB diatur melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomo 33 tahun 2019.
Apa saja wujud implementasi SPAB tersebut?
Terkuat dan tercepat mengimplementasi SPAB ialah dengan menggabungkannya ke dalam tren. Baik tren gaya hidup maupun tren musiman, seperti Hari Kesiapsiagaan Bencana atau hari-hari lainnya dengan aspek tetap SPAB.
Namun dari segi pendidikan formal, SPAB itu terintegrasi ke dalam bentuk kurikulum materi pendidikan, seperti penjelasan jenis bencana, tanda-tanda awal, dan cara mengurangi dampaknya. Materi ini juga mencakup tentang kepedulian terhadap lingkungan fisik, seperti bahayanya membuang sampah sembarangan, penggunaan alat makan yang mudah terurai, dan sejenisnya.
Selain itu juga terwujud dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Hal ini akan menambah jenjang waktu pembelajaran dan praktik pencegahan risiko dampak bencana secara nyata. Misalnya membentuk klub siaga bencana, klub pecinta lingkungan, pramuka dan lain sejenisnya.
Di sisi kebijakan, sekolah harus memiliki rencana darurat yang akan diambil ketika terjadi situasi bencana. Kemudian membentuk komite keamanan dan kesiapsiagaan bencana yang bertanggung jawab untuk mengawasi berlangsung serta terjaganya semangat SPAB.
Di sisi infrastuktur, sekolah juga harus mengupayakan bangunan sekolah yang tahan bencana, misalnya renovasi bangunan yang rusak, membangun pondasi yang kuat, struktur atap yang tahan angin kencang dan penggunaan bahan yang tidak mudah terbakar.
Hal ini diperlengkapi dengan pengadaan titik kumpul yang aman dari bangunan runtuh atau bahaya lainnya. Ditambah dengan jalur evakuasi yang jelas dan aman sehingga para murid, guru dan orang tua mampu memahaminya dengan baik, cepat serta aman.
Selanjutnya sekolah harus memiliki alat sarana-prasarana darurat seperti alat pemadam kebakaran, kotak P3K, dan alat komunikasi seperti radio serta pengeras suara.
Terakhir ialah simulasi pelatihan yang dilakukan berkala untuk membiasakan kesadaran dan tubuh agar lebih terbiasa apabila terjadi bencana atau keadaan darurat lainnya.
Apa data-data penunjang pentingnya SPAB?
Sebuah laporan oleh UNICEF menyoroti pentingnya peran sekolah sebagai pusat penyebaran informasi tentang bencana ke masyarakat luas.
Sekolah-sekolah yang memiliki program kesiapsiagaan bencana sering menjadi agen perubahan dalam membangun budaya kesiapsiagaan di masyarakat sekitar.
Data dari United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UNISDR) menyebutkan bahwa lebih dari 875 juta anak-anak di seluruh dunia berada di kawasan yang berisiko tinggi terkena bencana alam, seperti gempa bumi, banjir, dan badai tropis.
Sekolah yang aman dari bencana berperan penting dalam melindungi populasi yang rentan ini.
Menurut laporan dari Global Alliance for Disaster Risk Reduction & Resilience in the Education Sector (GADRRRES), setiap tahun, lebih dari 10.000 sekolah di seluruh dunia mengalami kerusakan parah akibat bencana alam, yang mengganggu pendidikan jutaan siswa.
The International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies (IFRC) menekankan bahwa pendidikan bencana di sekolah-sekolah dapat mengurangi dampak bencana hingga 60% dengan meningkatkan kesiapsiagaan siswa dan komunitas sekitar.
Studi dari World Bank menunjukkan bahwa setiap $1 yang diinvestasikan dalam membuat infrastruktur pendidikan yang tahan terhadap bencana dapat menghemat hingga $4 dalam biaya pemulihan dan perbaikan.
Apa manfaat ketika menerapkan SPAB?
Implementasi SPAB yang efektif dapat secara signifikan menurunkan korban jiwa di sekolah selama bencana.
Studi menunjukkan bahwa sekolah yang menerapkan protokol evakuasi dan simulasi bencana secara berkala mengalami penurunan korban jiwa ketika bencana terjadi.
Misalnya, di Jepang, negara dengan risiko tinggi gempa bumi, pelatihan evakuasi yang rutin di sekolah-sekolah telah terbukti menyelamatkan banyak nyawa saat gempa besar melanda.
Selain penurunan korban jiwa, SPAB juga efektif dalam mengurangi jumlah cedera fisik dan trauma psikologis di kalangan siswa dan guru.
Pendidikan kesiapsiagaan bencana, yang mencakup pelatihan tentang bagaimana melindungi diri selama bencana, terbukti mengurangi cedera yang dialami oleh siswa dan guru.
Di negara-negara seperti Indonesia, yang sering mengalami gempa bumi dan tsunami, sekolah-sekolah yang menerapkan SPAB menunjukkan penurunan signifikan dalam jumlah siswa yang mengalami cedera selama bencana.
SPAB juga berperan dalam memastikan keberlanjutan pendidikan pasca-bencana. Dengan infrastruktur yang lebih tahan terhadap bencana dan rencana darurat yang matang, sekolah dapat melanjutkan kegiatan belajar mengajar lebih cepat setelah bencana.
Hal ini penting untuk meminimalkan gangguan pendidikan yang dapat berdampak jangka panjang pada anak-anak.
Contoh penerapan SPAB yang berhasil dapat dilihat di Filipina, di mana setelah Topan Haiyan, sekolah-sekolah yang memiliki program SPAB dapat melanjutkan kegiatan belajar mengajar lebih cepat dibandingkan sekolah-sekolah tanpa program tersebut.
Program SPAB yang menyertakan dukungan psikososial bagi siswa dan guru pasca-bencana dapat mengurangi dampak trauma jangka panjang.
Sekolah-sekolah yang memiliki rencana penanganan trauma dan dukungan psikologis menunjukkan hasil yang lebih baik dalam pemulihan emosional siswa dan guru.
Dukungan ini sangat penting karena trauma yang tidak tertangani dapat berdampak pada performa akademis dan kesejahteraan jangka panjang siswa.
Atas dasar itu Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa mengusulkan pentingnya menggencarkan SPAB kepada seluruh jenjang pendidikan di sekolah. Dengan demikian, semangat dan doa agar bisa meminimalisir dampak risiko kebencanaan dapat terjangkau. (AFP/ DMC Dompet Dhuafa)