Youth Health Hub Indonesia dan DMC Dompet Dhuafa Gelar Diskusi Panel: Suarakan Masa Depan Bebas Sampah Plastik

Jakarta—Ada sampah plastik yang mungkin bersemayam di tubuh kita. Ironisnya, bisa jadi sampah tersebut adalah sampah plastik yang kita buang dengan sembarang beberapa tahun lalu—alih-alih terurai sempurna, namun sebaliknya sampah plastik melepaskan partikel-partikel kecil yang kemudian dimakan ikan-ikan di laut.

Kita mungkin saja memakan mikroplastik dengan cara yang tak terbayangkan sebelumnya. Kemungkinan buruk itu terjadi jika ikan-ikan di laut memakan sampah-sampah plastik yang tergenang di lautan, dan di akhir cerita kita menyantap ikan tersebut di atas meja makan dengan lahap tanpa menyadari ada sejuta mikroplastik yang ikut serta masuk ke dalam tubuh kita. Mengendap dan menyumbat seluruh aliran darah. 

Persoalan itu menjadi topik utama dalam pembahasan di kegiatan From Reel to Real: Screening and Training for a Plastic-Free Future yang berlangsung pada Sabtu (10/08/2024) di Volunteer Hub, Kota Jakarta Selatan, DKI Jakarta.

Kegiatan yeng berisikan diskusi panel dan training ini diselenggarakan oleh Youth Health Hub Indonesia bekerja sama dengan Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa.

“Jadi kita hari ini ada screening film dokumenter  film pulau plastik di Netflix. Kemudian dilanjutkan dengan diskusi panel untuk membahas dari film dokumenter itu ada apa aja sih, insight-nya bagaimana dan apa yang bisa kita lakukan sebagai tanggapan dari film dokumenter tersebut. Setelah itu dilanjutkan dengan workshop yang dihadiri oleh beberapa influencer lingkungan untuk melatih teman-teman untuk bisa mengadvokasi juga permasalahan mikroplastik,” ucap Irene Bougenville Martin, Founder dan CEO Youth Health Hub Indonesia.

“Harapanku dan juga teman-teman dari Youth Health Hub Indonesia—terutama karena kita dari organisasi yang bergerak di bidang kesehatan—kita mau bahwa anak-anak muda tahu bahwa permasalahan mikroplastik itu berhubungan dengan kesehatan kita sendiri. Jadi bukan berarti itu adalah sesuatu yang jauh dari kehidupan kita tapi itu dekat banget dengan tubuh kita sendiri bahkan,” lanjut Irene.

Kegiatan dimulai dengan screening film dokumenter Pulau Plastik dari Netflix yang kemudian dilanjutkan dengan diskusi tentang film tersebut dan isu-isu seputar sampah plastik bersama para panelis yang hadir.

Beberapa panelis yang hadir adalah Tiza Mafira (Director at Climate Policy Initiative, Cast Dokumenter “Pulau Plastik”), Zulfikar (Kemenko Marves), Ibar Akbar (Greenpeace Indonesia) dan Ika Akmala (Enviromental Specialist at Dompet Dhuafa).

Ika Akmala dari Dompet Dhuafa, dalam sesi diskusi menjelaskan tentang peran lembaga filantropi Islam dalam mengatasi persoalan sampah plastik di Indonesia. Menurutnya, Dompet Dhuafa sebagai lembaga filantropi di Indonesia turut mempunyai kepedulian terhadap lingkungan.

“Ketika kita melakukan riset di lapangan bahwa sebenarnya masalah lingkungan apa sih yang saat ini menjadi keresahan bersama khususnya para pemuda. Ternyata sampah, nih. Dan sampah itu segmentasinya sampah plastik. Karena dari aktivitas brand audit dan aksi bersih yang sudah kita lakukan dari 2019 sampai 2023 ternyata temuan sampah plastik yang ada di Aceh sampai Papua itu didominasi sampah plastik sekali pakai,” ungkap Ika.

Ika menjelaskan bagaimana komitmen Dompet Dhuafa dalam menjaga lingkungan diimplemantasikan ke dalam penyaluran bantuan yang dalam pengemasannya menggunakan kemasan ramah lingkungan dan berupaya mengurangi penggunaan kemasan plastik satu kali pakai ketika momen hari-hari besar seperti bulan suci Ramadan dan Idul Adha.

“Mengganti kemasan plastik sekali pakai dengan kemasan ramah lingkungan sesuai dengan kemasan yang ada di daerahnya masing-masing. Misalnya ada daun pisang, daun jati, besek dan lain sebagainya” lanjut Ika.

“Jadi secara rekap dari tahun 2021 sampai 2024 kita sudah mengganti kemasan plastik sekali pakai sebanyak sekitar 176 ribu di 24 chapter  provinsi di seluruh Indonesia bersama dengan kawan-kawan relawan dan lintas organisasi dan pesan saya: teman-teman, ayo kita berubah bareng-bareng untuk menjaga gerakan asik tanpa sampah plastik, Karena Bumi Cuma Satu!” pungkas Ika.   

Dari pembahasan yang dibahas dalam diskusi menjelaskan bahwa sampah plastik menjadi problem nyata yang dihadapi kita saat ini. Timbulan sampah plastik yang cukup banyak dan sulit didaur ulang, menjadi ancaman bagi lingkungan dan juga eksistensi makhluk hidup di bumi.

Sebagai masyarakat, kita punya andil besar pula untuk menentukan sikap yang tepat dalam memulihkan kerusakan yang diakibatkan oleh sampah plastik ini. Sebagaimana yang diterangkan oleh Tiza Mafira tentang kekuatan masyarakat dalam mengadvokasi isu-isu sampah plastik sebagai urgensi agar menjadi perhatian pemerintah.

“Menurut saya kekuatan kita sebagai masyarakat untuk mendorong regulasi itu justru sangat besar. Kita, kan, demokrasi. Kalau demokrasi, kan, seharusnya pemerintah membuat kebijakan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh masyarakat. Dan kalau suara kita cukup besar dan cukup konsisten dan juga cukup menyatu, kita akan didengar kok oleh pemerintah,” ucap Tiza.

“Makanya waktu itu saya coba bereksperimen juga bersama teman-teman lain bagaimana kalau kita mendorong peraturan pelarangan kantong plastik sekali pakai. Sejauh mana kita bisa berhasil untuk mendorongnya dan ternyata kita berhasil. Tentunya dengan berbagai upaya dan jerih payah yang susah, ya. Tapi itu adalah contoh di mana itu adalah gerakan masyarakat dari bawah,” lanjut Tiza.

Selain diskusi panel yang cukup elaboratif, kegiatan ini juga diisi oleh workshop yang diisi oleh para trainer, seperti Reizha Ananda S (Founder @sipalinglingkungan.id) dan Novia Arifin (Sustainability Content Creator/ @ceritanupi).

Workshop atau pelatihan ini dirancang untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada relawan tentang cara merancang dan menjalankan kampanye lingkungan yang efektif.

Peserta dijelaskan bagaimana teknik kampanye/advokasi yang menarik dan ramah anak muda mengenai iklim dan mikroplastik, dan tips serta teknik lainnya.

Septi Rahmayani, salah satu peserta kegiatan, menjelaskan bagaimana ia begitu antusias mengikuti kegiatan tersebut. Ia menceritakan bagaimana keresahan yang dirasakannya atas kondisi lingkungan yang tercemar limbah plastik memantik rasa pedulinya terhadap isu sampah plastik ini.

“Dari kegiatan yang aku ikuti ini, dan film Pulau Plastik yang kita saksikan bersama, secara pribadi benar-benar membuka hatiku untuk merubah gaya hidup aku yang sebelumnya kurang kesadaran terhadap penggunaan kemasan plastik. Setelah kegiatan ini (gaya hidup sehari-hari) akan menjadi lebih baik. Dimulai dari membawa botol minum/tumblr sendiri dan ketika ingin beli makanan di luar bisa membawa tempat sendiri,” ucap Septia.

Kawan Baik, kebiasaan untuk tidak menggunakan produk-produk yang mempunyai risiko menjadi sampah plastik perlu digencarkan oleh kita semua. Kesadaran untuk tidak lagi menggunakan plastik sekali pakai perlu kita suarakan bersama agar itu menjadi kesadaran populer yang dimiliki semua orang. Semua itu untuk memulihkan lingkungan yang kini tengah tidak baik-baik saja karena timbunan limbah plastik yang tak terbendung dan demi menciptakan masa depan bumi yang bebas sampah plastik. Karena Bumi Cuma Satu, Berdaya Sekarang. (MAA/DMC Dompet Dhuafa)