Flores Timur, NTT—Erupsi Lewotobi Laki-laki pada 3 November lalu membuat lebih dari 10 ribu orang terpaksa mengungsi di pos pengungsian. Tercatat hingga hari ini terdapat tujuh titik pos pengungsian yang tersebar di Kabupaten Flores Timur.
Sudah lebih dari 30 hari para penyintas masih menetap di pos pengungsian karena gunung Lewotobi Laki-laki masih menunjukkan aktivitas vulkaniknya.
Masih menetap dan terkonsentrasinya aktivitas penyintas di pos-pos pengungsian tidak selaras dengan pengelolaan sampah yang baik.
Dampaknya sampah-sampah yang ada menumpuk, dan menimbulkan bau tak sedap di pos pengungsian.
Timbunan sampah yang tak terkelola dengan baik juga membuat penyintas mulai terjangkit gatal-gatal pada kulit tubuhnya.
Atas dasar itu, Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa berinisiatif untuk melakukan pengelolaan sampah di pos-pos pengungsian.
Pada Selasa (10/12/2024) tim Respons Bencana DMC Dompet Dhuafa menggencarkan aksi bersih dengan melakukan pengangkutan sampah-sampah yang menumpuk, tepatnya di Pos Pengungsian Mandiri, Desa Konga, dan Pos Pengungsian Lapangan di Desa Kobasoma, Kecamatan Titehen, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT).
“Sampah di pos-pos pengungsian sebagian besar tidak dikelola dengan baik, hal ini membuat aroma yang tidak sedap dan mengganggu warga yang menetap di sana. Kondisi tersebut juga tidak baik untuk kesehatan penyintas,” ucap Alya Putri Firdaus, tim DMC Dompet Dhuafa yang berada di lokasi pengungsian.
Alya menyampaikan bahwa tim DMC Dompet Dhuafa mulai mengangkut sampah yang ada di pos pengungsian untuk ditempatkan di area kosong yang jauh dari pos pengungsian sebagai tempat sentralisasi pengolahan sampah organik.
“Nantinya, sampah-sampah yang kami angkut dan kami kumpulkan di tempat sentralisasi akan dipilah dan diolah untuk dijadikan pakan ternak warga,” lanjut Alya.
Sampah-sampah organik yang dipilah akan ditempatkan pada drum-drum yang telah disiapkan dan dicampur larutan EM 4 (efektif mikroorganisme) untuk proses fermentasi.
“Sampah organik yang dihasilkan dari proses fermentasi ini bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak warga penyintas,” ujar Alya.
“Ada 70 kg sampah yang kami angkut pada hari ini (Selasa, 10/12/2024), jika kita olah dengan baik, insya Allah akan lebih banyak warga yang mendapatkan pakan untuk hewan ternaknya,” ucapnya.
Alya juga menjelaskan terkait kandungan sampah di pos-pos pengungsian yang diolah menjadi pakan ternak dinilai tidak mengandung zat-zat berbahaya, sehingga baik untuk pakan ternak.
“Kekurangan yang dimiliki pakan ternak yang terbuat dari limbah makanan dan sampah organik lainnya adalah kandungan kalsium dan nutrisi lainnya yang tidak terukur pasti,” ucap Alya.
“Nutrisi yang ada di dalam pakan hanya bergantung dari apa yang dapat ditemukan di posko pengungsian. Namun, hal ini telah dikonfirmasikan kepada Kepala Bidang Kesehatan Hewan Flores Timur, pakan yang dihasilkan dari sampah-sampah di pos pengungsian tidak akan berbahaya untuk pakan ternak dan tidak berpengaruh negatif terhadap hasil ternak,” lanjut Alya.
Upaya pengelolaan sampah oleh DMC Dompet Dhuafa menjadi langkah nyata dalam menjaga kesehatan para penyintas sekaligus memanfaatkan limbah organik untuk keberlanjutan hidup masyarakat terdampak.
“Penyintas di sini banyak yang membawa ternaknya saat erupsi terjadi. Itu salah satu yang bisa diselamatkan. Dan hasil dari pengolahan limbah organik menjadi pakan ternak ini diharapkan dapat mengurangi beban ekonomi mereka dari keharusan membeli pakan untuk ternak-ternak mereka,” tutup Alya.
Kawan Baik, semoga inisiatif ini tidak hanya meringankan beban para penyintas, tetapi juga menjadi inspirasi bagi berbagai pihak untuk turut serta dalam memberikan solusi yang berkelanjutan bagi wilayah-wilayah terdampak bencana. Karena Bumi Cuma Satu, Berdaya Sekarang. (MAA/DMC Dompet Dhuafa)