Pengalaman Indonesia sebagai sebuah negara yang sering mengalami bencana alam seharusnya menjadi pelajaran untuk lebih mengedepankan sistem deteksi dini terhadap ancaman berbagai bencana yang akan terjadi ke depan.
Mulai dari Tsunami Aceh 2004 yang memakan ratusan ribu korban jiwa hingga kerugian material yang sangat besar.
Kemudian Gempa Lombok tahun 2018 dengan kekuatan magnitudo 6,4 skala richter yang menghancurkan banyak sekali bangunan dan infrastruktur hingga memakan korban jiwa. lalu ada bencana banjir dan juga tanah longsor yang kerap sekali terjadi di momen musim penghujan.
Belum lagi erupsi gunung berapi yang menjadi konsekuensi Indonesia karena dilalui jalur api (ring of fire).
Peristiwa bencana yang terbaru adalah Erupsi yang terjadi di Gunung Marapi, Sumatera Barat yang sampai update terbaru telah memakan 11 korban jiwa.
Kerusakan dan kerugian yang telah disebutkan pada peristiwa-peristiwa bencana sebelumnya akan lebih terdeteksi resikonya ketika Early Warning System (EWS) sebuah negara berjalan dengan optimal.
Bicara bencana tentunya kita akan sulit untuk mendeteksi dengan tepat kapan kejadian tersebut akan terjadi.
Namun dengan pengalaman yang telah dijalani sebelumnya sudah seharusnya Indonesia lebih mengedepankan dan menerapkan sistem deteksi dini (Early Warning System) dalam setiap potensi bencana yang akan terjadi di masa yang akan datang.
Mencegah bencana terjadi memang sulit untuk dilakukan, tetapi mempersiapkan infrastruktur EWS dengan serius dapat mengurangi risiko-risiko yang jauh lebih besar seperti korban jiwa, kerusakan infrastruktur, hingga kerugian material yang lain.
Belajar dari Jepang sebagai negara yang lebih dahulu dan mapan dalam penerapan EWS di berbagai bencana-nya terutama tsunami.
Sebelum tragedi tsunami 2011 sendiri Jepang telah menerapkan Community-Based Tsunami-Warning System dengan menggunakan teknologi-teknologi canggih seperti ratusan stasiun monitor untuk mendeteksi dini potensi tsunami yang akan muncul.
Dengan kecakapan teknologinya demikian saja Jepang tetap menderita kerugian yang besar akibat Tsunami yang terjadi di tahun 2011 seperti korban jiwa hingga kebocoran reaktor nuklir di Fukushima.
Hal ini yang seharusnya dipahami juga oleh pemerintah dan masyarakat di Indonesia bahwa sistem deteksi dini bencana sangat diperlukan untuk mendeteksi dan mengurangi resiko.
Namun penggunaan Early Warning System sendiri juga menghadapi beberapa tantangan di tengah masyarakat.
Perserikatan Bangsa-Bangsa sendiri setidaknya mengidentifikasi ada tiga tantangan yang akan dihadapi.
Pertama adalah, setiap bencana memerlukan sistem deteksi dini yang berbeda. Konteks bencana kekeringan tentunya berbeda dengan tsunami, kemudian banjir jelas tak serupa dengan tanah longsor.
Maka dari itu pengembangan sebuah Early Warning System mesti menggunakan pendekatan yang sesuai dengan konteks wilayah dan potensi bencana masing-masing tempat. Apalagi Indonesia yang secara kenampakan alam dan resiko bencana sangat beragam.
Kedua ketimpangan antara infrastruktur EWS dan kemampuan sumber daya. Mungkin dalam situasi negara maju hal ini tidak terlalu menjadi masalah, namun untuk negara-negara berkembang sendiri seperti Indonesia gap antara sistem EWS yang sudah canggih dengan kurangnya kemampuan para petugas mengoperasikannya akan menjadi sebuah tantangan.
Level literasi yang rendah terhadap EWS atau bahkan kebencanaan sendiri bisa dilihat lewat Info terbaru pasca erupsi yang terjadi di Gunung Marapi.
PVMBG menyebutkan jika alat pendeteksi di Stasiun Pemantauan Gunung Api Marapi (GGSL) sempat beberapa kali dicuri. Tindakan seperti itu tentu akan mempersulit upaya EWS dalam sebuah bencana.
Terakhir adalah efektifitas Institusi kebencanaan sebuah negara dalam mempersiapkan Early Warning System. Dalam hal ini pemerintah perlu untuk menggencarkan aksi dan tindakan yang lebih nyata tidak hanya dalam menyiapkan infrastruktur EWS, tetapi meningkatkan kesadaran publik juga soal pentingnya EWS untuk mencegah kerugian yang akan terjadi jika bencana alam terjadi di masa yang akan datang.
Kawan Baik, mari tingkatkan literasi kita tentang bencana dan bahayanya. Agar kita bisa lebih siaga dan berdaya dalam memitigasi dan menghadapi bencana. Berdaya sekarang, Karena Bumi Cuma Satu. (FZN/ DMC Dompet Dhuafa)