Seberkas Harapan di Tengah Kenangan Pilu: Aksi Psychological First Aid di Tanah Datar

Kab. Tanah Datar, Sumatera Barat—Bencana banjir bandang dan tanah longsor yang terjadi di sejumlah titik di Sumatera Barat tidak sekadar membuat kehancuran, namun juga meninggalkan kenangan pilu kepada penyintas. Kenangan ini tertangkap dan tersimpan dalam memori. Bisa muncul kapan pun, menggerogoti pikiran, dan kerap berakhir pada rasa takut dan tangis.  

Aksi Psychological First Aid (PFA) yang diadakan tim Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa pada Jumat (17/5/2024) sore, berlokasi di pekarangan Masjid Jami’, Nagari Sungai Jambu, Kecamatan Pariangan, Kabupaten Tanah Datar, dihadiri sekitar 60 anak-anak penyintas yang diantarkan oleh orang Ayah atau Ibunya.  

Kegiatan PFA yang dilangsungkan pada sore hari ini menghadirkan banyak cerita dari beberapa penyintas. 

Salah satunya Ibu Nelli Gusti (55 tahun), salah seorang penyintas di Nagari Sungai Jambu, Kecamatan Pariangan, Kabupaten Tanah Datar. Ia menceritakan rasa takutnya akan bencana galodo yang terjadi pada Sabtu malam itu (11/5/2024).  

“Kejadiannya kira-kira sekitar sepuluh malam. Saat Ibu sudah capek, mau istirahat dan mau tidur, tau-tau lampu mati. Saat lampu mati ada gempa. Gempa itu tak kuat, namun terasa. Setelah itu ada bunyi gemuruh yang lama. Karena gemuruh tak berhenti-berhenti Ibu beranikan untuk keluar dan melihat orang-orang berteriak ada air besar,” ucap Nelli Gusti. 

Mengetahui air akan turun, Nelli segera berlari ke lantai atas rumahnya. Mengamankan diri semampu yang ia bisa saat itu.  

Pendek kata, Ibu Nelli selamat. Banjir bandang tidak melewati rumahnya. Kendati begitu, keriuhan yang terjadi malam itu membekas pada rasa takut yang kerap mucul di saat-saat tertentu.  Terutama saat langit tampak gelap tanda hujan akan turun.  

Kehadiran tim DMC Dompet Dhuafa dengan kegiatan PFA ini menjadi semacam pelipur lara dari ketakutannya akan gemuruh yang terus terbayang saat hujan turun ataupun kala ia hendak tidur di malam hari.  

“Jangankan anak-anak, Ibu sendiri ketakutan. Ada semacam rasa trauma. Jadi adanya kegiatan PFA ini bisa menghibur Ibu dan anak-anak di sini. Terima kasih sekali,” ujar Ibu Nelli Gusti yang sore itu hadir melihat aktivitas anak-anak sekitar Nagari Sungai Jambu bermain bersama kawan-kawan DMC Dompet Dhuafa.  

Begitu juga yang disampaikan Nova, seorang ibu yang mengantarkan anaknya, Aga (kelas 1 SD) ke PFA ini. Ia senang anaknya bisa bermain di sini. Keceriaan dari anaknya membuat dirinya turut membuat hatinya tenang.  

Ia menjelaskan anak-anaknya kerap menangis ketakutan saat air hujan mulai turun. 

“Ada kegiatan ini bikin kita ceria. Anak-anak ceria dan kami  para ibu-ibu pun ikut ceria,” ucap Nova. 

Nova masih menyimpan rasa khawatir, terlebih apa yang ia saksikan dari berita-berita di TV bahwa ada potensi air besar akan kembali turun. Informasi-informasi yang ia terima dari facebook atau yang diberitakan di TV membuatnya selalu waswas.  

“Kami waswas melihat berita di TV.  Jadi kami senang sekali ada teman-teman (DMC Dompet Dhuafa) ini.  Bisa memberikan trauma healing untuk anak-anak. Jujur kami ikut tenang rasanya,” lanjut Nova.  

Di pengujung kegiatan PFA, ketika tim DMC Dompet Dhuafa bergegas akan kembali ke pos Dompet Dhuafa di Nagari Perambahan, Ibu Nova mengucapkan pesan selaras dengan apa yang diucapkan Ibu Nelli, 

“Kembali lagi kesini esok hari. Hiburlah anak-anak kami.” 

Kawan Baik, gemuruh dari galodo yang membawa bebatuan besar dari gunung punya daya kuat membentuk memori pilu terhadap penyintas. Kehadiran pegiat kemanusiaan yang turun membantu mampu memupuk secercah harapan, sedikit demi sedikit, kepada mereka para penyintas. Secercah harapan bahwa langit akan terus terang dan kehidupan akan kembali baik dan lebih baik seperti sedia kala. 

Mari kita berdoa semoga harapan itu menaungi hari-hari mereka saat ini. Karena Bumi Cuma Satu, Berdaya Sekarang. (MAA/ DMC Dompet Dhuafa)