Tentang Pak Joko Sang Penjaga Telur Penyu 

Jika kamu punya pikiran jahil untuk coba-coba memakan telur penyu, lebih baik urungkan niatmu. Sebab banyak orang akan marah padamu. Dan orang pertama yang akan memarahimu mungkin adalah Joko Sujatmiko, alias Pak Joko dari Pantai Soge.  

Pak Joko bukan siapa-siapa—hanya warga biasa yang sehari-hari menjaga warung kecil di pinggir Pantai Soge, Desa Sidomulyo, Pacitan, Jawa Timur. Namun, cintanya pada laut dan penyu tak bisa dianggap biasa. 

Setiap malam, Pak Joko menyusuri garis pantai. Dalam gelap, matanya awas menembus hamparan pasir, memeriksa setiap jengkal yang mungkin saja menjadi tempat penyu bertelur. 

Pada suatu waktu ia kerap mendatangi orang-orang yang sedang menggali gundukan pasir berisi puluhan telur penyu.  

Mereka hendak memburu telur-telur penyu yang ada di dalamnya untuk dibawa ke rumah dan dimasak. Seketika itu juga Pak Joko akan mengoceh kepada mereka tentang segala hal buruk yang mungkin menimpa orang-orang yang melahap telur-telur penyu.  

Setelah mengomel panjang Pak Joko menyodorkan uang selembar pecahan lima puluh ribu rupiah ke orang-orang itu. Dengan syarat mereka menyerahkan telur-telur penyu itu kepadanya. Setelah menebus telur-telur itu, Pak Joko akan membawanya ke tempat penangkaran penyu di Kota Pacitan.  

Kejadian itu sering Pak Joko alami. Pamornya semakin terkenal sebagai orang tua yang akan menebus telur-telur penyu yang diburu warga. Oleh karena itu belakangan ia tak perlu lagi menelusuri pantai mencari para pemburu telur penyu, sebab setiap warga akan mendatangkan sendiri telur-telur penyu itu ke Pak Joko untuk ditebus.  

Sepenuturan Pak Joko, penyu merupakan hewan yang sensitif terhadap gangguan di sekitarnya—gangguan terhadap cahaya, getaran, ataupun suara. Saat ini daerah sekitar Pantai Soge semakin ramai.  

Pembukaan jalan aspal membuat mobil atau motor tak henti berlalu lalang. Tempat wisata di pantai tak terhindarkan. Lampu-lampu neon menerangi pantai sepanjang malam. Semua itu menjadi gangguan untuk penyu yang sedang bertelur. 

“Akhirnya di saat penyu mau bertelur, penyu nggak jadi karena terganggu dan terancam.  Dia pergi lagi ke laut. Satu minggu setelahnya dia balik lagi ke pantai untuk bertelur, nah, saat itu telurnya sudah mengandung racun. Akhirnya jika itu dikonsumsi bisa mematikan satu keluarga, jika dimakan oleh satu keluarga,” cerita Pak Joko kepada tim Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa. 

Saat ini, Pak Joko tidak lagi repot-repot menuju Kota Pacitan untuk mengarantina telur penyu. Sebab di Pantai Soge, beberapa meter dari warungnya, terdapat tempat konservasi penyu yang didirikan oleh DMC Dompet Dhuafa yang diresmikan pada tahun 2024 lalu.  

Berdasarkan pengalaman, kegigihan dan kecintaannya pada penyu, Pak Joko dipercaya mengelola tempat konservasi tersebut.  

Di tempat konservasi penyu DMC Dompet Dhuafa, Pak Joko telah merawat ratusan telur penyu dan menetaskan bayi tukik. 

“Di sini, selama tahun 2025, Alhamdulillah kita sudah menetaskan sekitar 600 telur penyu. Dan bulan depan (sekitar bulan Juli) kita akan menetaskan sekitar 200 lebih telur,” cerita Pak Joko.  

Tak hanya merawat dan menetaskan telur, ia juga merawat induk penyu yang sakit dan perlu pertolongan. 

“Induk penyu yang sakit itu sebenarnya penyu yang terdampar di pantai. Penyu itu sakit. Jadi kita karantina dulu, nanti kalau kita kasih makan dan sudah bisa makan banyak baru kita rilis/lepas lagi (ke laut),” ujar Pak Joko.  

Di tahun 2024, Pak Joko dengan kegigihannya telah menetaskan dan merilis 500 bayi tukik ke laut.  

Semangatnya menjaga kelestarian makhluk laut ini tidak datang tiba-tiba. Pak Joko menceritakan rasa pedulinya dipupuk oleh kekhawatiran yang kerap mengganggunya, yaitu: rasa takut akan punahnya penyu, sehingga generasi mendatang tidak lagi bisa melihat rupa penyu di hidup mereka. 

“Saya merasa kasihan kepada generasi penerus. Hewan itu (penyu) dilindungi tapi malah dikonsumsi oleh orang-orang. Kasihan kalau kita punya pantai tapi generasi penerus tidak bisa melihat penyu, tidak tahu bentuknya seperti apa, karena sudah punah. Makanya setiap kali kita melepas bayi tukik, saya selalu mengajak anak-anak untuk ikut melepas tukik ke laut,” ucap Pak Joko. 

Untuk apa? Agar anak-anak bisa peduli juga pada penyu dan bisa menjaga hewan itu agar tetap ada di masa-masa yang akan datang, kata Pak Joko.  

“Sebelum anak-anak melepaskan tukik, saya kasih pelajaran dulu, saya minta mereka menggambar penyu, supaya mereka paham bahwa hewan ini dilindungi dan sangat dibutuhkan untuk ekosistem laut kita,” tutur Pak Joko.  

Hadirnya DMC Dompet Dhuafa  mendirikan tempat konservasi penyu di Pantai Soge membuat Pak Joko senang. Setelah adanya tempat konservasi ia telah melepaskan ratusan tukik di Pantai Soge.  

Pak Joko percaya, ratusan tukik itu kelak akan kembali ke tempat asalnya—ke titik di mana mereka dilepaskan. Ia berharap, upaya ini dapat memastikan penyu tetap lestari dan berlipat ganda, agar generasi mendatang masih bisa menyaksikan keindahan mereka.  

Keberadaan penyu di laut bukan hanya soal keindahan, tetapi juga menjadi penanda bahwa ekosistem laut berada dalam kondisi yang sehat. Dengan caranya, penyu membantu membersihkan terumbu karang, sehingga ikan-ikan tetap memiliki tempat untuk hidup. Pada akhirnya, semua itu akan kembali kepada manusia dalam bentuk kekayaan laut yang terus terjaga. 

Kawan Baik, cerita dari Pak Joko mengingatkan kembali arti keberadaan kita di bumi ini. Tentang hubungan kita dengan makhluk lain yang sejajar secara kedudukan ekologis. Kita punya tanggung jawab terhadap keberadaan penyu, sebagaimana penyu yang telah banyak menjaga kita dengan cara-caranya. Selamat Hari Punya Sedunia, Karena Bumi Cuma Satu, Berdaya Sekarang. (Muhammad Afriza Adha/DMC Dompet Dhuafa)
 
 

Scroll to Top