Disabilitas Berdaya: Menyambung Hidup di Pengungsian

Bandung–“Semua berawal dari tahun 2018, saat saya, istri dan anak (terkena) kecelakaan yang mengharuskan kaki saya dioperasi (amputasi),” ujar Iman saat ditemui di tenda pengungsian Kampung Cikembang.

Iman Kustaman (41) merupakan warga asal Kampung Cikembang, Desa Cikembang, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung.

Dia kehilangan kaki kanannya pada tahun 2018 saat terkena musibah kecelakaan. Beruntung sang istri baik-baik saja.

Sang anak terkecil mendapatkan luka jahitan di bagian dahi sebelah kiri.

Iman harus mendapatkan operasi di bagian kaki, tepatnya dari lutut hingga mata kaki.

“Selama dua (2) bulan saya harus mendekam di rumah sakit. Tetapi saya down-nya sampai dua (2) tahun,” pungkas Iman.

Dia merasa malu dan tidak percaya diri kehilangan satu kakinya. Meski tidak ada warga yang mengolok atau membencinya karena kehilangan kaki, namun perasaan Iman tetap terganggu.

Bagaimana tidak, ia yang sering mengikuti lomba olahraga Volleyball harus merelakan hobinya akibat kecelakaan.

Akibat olahraga tersebutlah yang mempertemukan dua insan hingga menjadi keluarga yang sakinah mawadah warahmah. Dia bertemu pujaan hatinya di kala lomba Volleyball.

Pernikahan itu melahirkan tiga (3) anak. Dua anak pertama sudah menikah, sedangkan yang ketiga masih berusia tiga (3) tahun saat kecelakaan menimpanya.

Sang istri merupakan kelahiran warga Garut, sehingga ketika menikah dia dan istri selalu pulang kampung di sela-sela waktu senggang, biasanya di Hari Raya Idul Fitri.

“Setelah pulang kampung dari Garut pada tahun 2018 itu saya dan keluarga mendapat cobaan (kecelakaan),” ujarnya.

Sehari-hari dia dan istri berjualan Cimol dengan dua gerobak sederhana. Dia dan istri bergantian berjualan di titik yang berbeda. Satu di wilayah sekolah atau madrasah terdekat, sedangkan yang satu dekat dengan rumahnya.

Lokasi berjualan yang dekat dengan rumah berlokasi di tepi jalan, depan rumah tetangga yang dia pinjam secara cuma-cuma. Saat ini lokasi tersebut tepat di seberang tenda pengungsian.

“Ini lokasinya diberikan gratis oleh tetangga. Jika ada lebih saya memberikan dagangan gratis kepada yang punya rumah,” aku Iman.

Di waktu senggangnya juga dia suka mengajar mengaji dan turut serta dalam kelompok mengaji yang tampil dalam kejuaraan lomba shalawatan.

Saat gempa bumi yang melanda wilayah Jawa Barat pada Rabu siang (18/09/2024), semua berubah.

Salah satu gerobaknya tertimpa reruntuhan, alhasil gerobak tersebut tidak dia gunakan sementara waktu dan hanya mengandalkan satu gerobaknya yang terletak di tepi jalan.

Dia juga tidak bisa mengajar mengaji kepada anak-anak. Jika dialihkan lokasinya di tenda pengungsian, dia khawatir anak-anak tidak bisa fokus untuk belajar.

Di satu sisi, dalam sehari menggunakan satu gerobak dia mendapatkan penghasilan sebesar Rp300.000 dengan modal sebesar Rp150.000. Artinya dia memperoleh keuntungan sebesar Rp.150.000.

Namun keuntungan tersebut tidak selamanya sebesar itu. Lantaran beberapa tetangga masih ada yang mengutang yang membuat dia dilema.

“Masih ada yang kasbon Kang. Dikasih (mengutang) bingung, tetapi tidak dikasih juga bingung. Ditambah di situasi sulit (tanggap darurat bencana) seperti ini, semakin bingung sayanya,” ungkapnya dengan dilema.

Meski begitu dia tetap semangat berjualan Cimolnya dengan bermodal tongkat penyangga dan gerobak seadanya. Gerimis, hujan, hingga suhu udara yang dingin tetap dia tempuh untuk menghidupi anak terkecilnya dan sang istri.

Sebelum bencana gempa bumi, dia selalu membuat persiapan di rumahnya. Akan tetapi rumahnya mengalami rusak sedang akibat gempa, alhasil dia mempersiapkan semuanya di tenda pengungsian dan tidur di sana demi mengindari ancaman gempa.

“Semua saya persiapan dan istri di tenda. Sebenernya agak tidak enak dengan warga yang lain. Namun mau bagaimana lagi,” imbuhnya

Dia membuka dagangannya mulai dari jam 08:00 pagi dan menutupnya pukul 23:00 malam. Hal yang membuat dia bertahan adalah keluarga tercintanya.

“Demi istri dan anak yang membuat saya bertahan hingga saat ini,” tambahnya.

Jika ada kesempatan dan bantuan, Iman berharap bisa membuka usaha dagang mie ayam atau memiliki alat panggang untuk menjual aneka dagang panggangan seperti sosis panggang, bakso panggang dan lainnya.

Akantetapi harapan tersebut harus menunggu lebih lama lantaran belum ada cukup modal. Terlebih di situasi tanggap darurat seperti ini, dia harus mengubur jauh-jauh harapannya. Karena yang terpenting saat ini adalah bertahan hidup di pengungsian bersama keluarga tercinta hingga situasi normal kembali.

“Hanya bisa berdoa agar semua bisa normal kembali,” doa dan tutup Iman. (AFP/ DMC Dompet Dhuafa)