DMC Dompet Dhuafa Ajak Masyarakat Lestari Mangrove Demi Aksi Kolaboratif

Jakarta–Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa mengajak masyarakat lestari mangrove untuk memitigasi bencana lewat talkshow yang bertajuk “Peran Mangrove dalam Mitigasi Bencana” pada acara Indonesia Outdoor Festival atau INDOFEST 2023 di Istora Senayan pada Kamis (01/06/2023).

Dipandu oleh host Super Volunteer Chiki Fawzi, talkshow berjalan dengan sangat antusias. Selain itu, talkshow diramaikan oleh Siska Nirmala (Zero Waste Adventure), Paundra Hanutama (Founder MangroveJakarta.id), dan Ika Saragih (Community Resilience and Advocacy DMC Dompet Dhuafa).

Diketahui pohon mangrove memiliki banyak manfaat, terutama dalam penanggulangan bencana yang ada di Indonesia. Mulai dari penangkal abrasi, pemecah ombak/tsunami, pengendapan sedimentasi laut yang mendorong pembentukan daratan pesisir, menyerap karbondioksida hingga perbaikan ekosistem untuk menjadi habitat biota laut.

Dilansir dalam Mongabay, melalui laporan BAPPENAS dan The International Donor Community (2005), tercatat hutan mangrove yang bagus hanya sebanyak 8,8 persen, sedangkan hutan mangrove yang rusak sedang jauh lebih banyak yakni 83,9 persen dan 7,3 persen rusak berat.

“Manfaat mangrove untuk manusia itu banyak. Sebagai salah satu yang membantu mengurangi dampak risiko bencana. (Hutan) mangrove mampu menjadi pemecah gelombang bahkan tsunami,” pungkas Ika.

Namun kehadiran pohon mangrove terancam oleh berbagai masalah yang ada, dua di antaranya sampah dan manusia.

“Masalah (yang mengancam) pohon mangrove ada dua, yakni sampah plastik dan manusia,” imbuh Paundra di tengah-tengah talkshow.

Seringkali ditemukan pohon mangrove atau hutan mangrove menjangkit sampah-sampah yang bertebaran di perairan yang berasal dari manapun. Terutama sampah-sampah yang mengalir di sepanjang perairan sungai hingga bermuara pada akar-akar pohon mangrove. Sampah ini pada akhirnya akan merusak dan mengganggu kesehatan pohon mangrove itu sendiri dan mengurangi kekuatan mitigatif dalam penanggulangan bencana.

“Mangrove mampu menjadi (wilayah) nursery bagi biota-biota laut,” lanjut Paundra.

Lebih jauh Paundra menjelaskan pengalamannya dalam melihat minimnya kehadiran biota laut di perairan yang penuh dengan sampah dan tiadanya pohon mangrove. Hal ini bisa menandakan bahaya yang sedang menjangkit perairan tersebut. Sehingga ia menggemakan gerakan One Man, One Mangrove, di mana setiap individu mampu berkontribusi bagi kelangsungan hidup lingkungan melalui penanaman satu mangrove bagi satu individu.

“(Gerakan One Man, One Mangrove) merupakan small act, big impact yang bisa kita mulai dari diri sendiri,” sambung Paundra.

Kemudian persoalan sampah yang juga menjadi toxin bagi pohon mangrove merupakan masalah kompleks lainnya yang menjadi masalah semua. Ia mencermati dari gaya hidup konsumsi yang menjadi salah satu penyumbang bagi masalah lingkungan.

“Jejak karbon mulai dari produksi hingga sampai ke meja makan itu jejak yang panjang. Belum lagi gas metan dari sisa sampah makanan juga membahayakan manusia,” aku Siska.

“Jadi alangkah baiknya kita mulai bijak dalam konsumsi. Mulai kurangi jejak emisi dari meja makan kita. Bisa juga kita melakukan upaya cegah, pilah, dan olah sebagai upaya mengurangi jejak emisi dan sampah yang ada,” sambung Siska.

Siska mengusung upaya cegah, pilah, dan olah dalam mengurangi jumlah produksi sampah yang pada akhirnya mencemari lingkungan dan membahayakan kehidupan manusia. Kita bisa mencegah produk-produk yang ramah lingkungan, misal membawa botol minum sendiri yang tidak terbuat dari kemasan plastik. Kemudian pilah dengan memilah sampah-sampah sesuai jenis kategorinya. Terakhir kita bisa mengolah sampah tersebut menjadi daur ulang atau menyumbangkan sampah tersebut ke bank sampah terdekat kalian. Dengan demikian mampu mengurangi persebaran sampah yang berbahaya dan melindungi ekosistem kehidupan.

Di sela-sela talkhow terdapat pertanyaan perihal pengawasan atau monitoring dari setiap berbagai program yang dijalankan dalam melindungi kehidupan. Beberapa pantauan terlihat program-program tersebut terabaikan hingga tidak ada keberlanjutan dari program-program tersebut, sehingga kerusakan lingkungan menjadi cepat meningkat.

Ika menjawab bahwa DMC Dompet Dhuafa selalu menggunakan pendekatan peningkatan kapasitas masyarakat dan memberikan awareness kepada masyarakat tersebut bahwa mereka adalah aktor utama dalam penanggulangan bencana di wilayahnya sekaligus korban apabila wilayahnya terjadi bencana.

“Kami melalkukan penguatan kapasitas dan komunitas masyarakat itu sendiri. Ketika mereka sudah memiliki awareness maka pengawasan dan keberlanjutan program tersebut akan terjamin dengan masyarakat yang tangguh tersebut,” pungkas Ika.

Harapannya dengan hadirnya talkhow ini mampu menyebarluaskan lagi hingga ketingkat yang lebih baru dan masif bahwa lingkungan merupakan tanggung jawab bersama dan tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri. Program kolaboratif demi masyarakat kolektif akan menjadi senjata ampuh dalam mengurangi kerusakan lingkungan. Karena Bumi Cuma Satu, Saatnya Indonesia Berdaya Hadapi Bencana. (AFP/ DMC Dompet Dhuafa)