Kiat-kiat Menjadi Jurnalis Fotografi Bencana

“Jika tidak siap datang, bilang (izin) ke editornya untuk tidak (melakukan) liputan bencana,”terang Ade Berry dalam paparannya di Webminar Jurnalisme Kebencanaan yang digelar oleh Disaster Management Center Dompet Dhuafa. (18/02/2022).

Meliput kebencanaan merupakan profesi dengan risiko besar. Terhitung sepanjang tahun 2021 di Indonesia, terdapat 3.357 kejadian bencana alam.

Sebanyak 677 orang meninggal dunia, 95 orang menghilang, 14.121 terluka, 142.989 rumah rusak, dan 8.733 fasum terdampak.

Jika membandingkan dengan data tahun lalu 2020, jumlah kejadian bencana alam lebih kecil. Namun secara dampak jauh lebih besar pada tahun 2021.

Terhitung pada tahun 2020 tercatat 4.650 kejadian bencana, 376 orang meninggal dunia, 42 orang menghilang, 619 luka-luka, 65.743 rumah rusak, dan 1.683 fasilitas rusak.

Dengan banyaknya jumlah bencana yang terjadi mengharuskan jurnalis lebih berhati-hati ketika meliput bencana. Seringkali mereka turut menjadi korban dari bencana yang mereka liput sendiri.

Sebagai contoh sebanyak 600 jurnalis meninggal akibat Covid-19 semenjak Maret 2020 lalu. Total ada 1975 pekerja industry media yang meninggal akibat Covid-19.

Lantas apa yang harus dilakukan untuk menjadi jurnalis yang tangguh dalam hadapi bencana?

Ade Berry salah seorang jurnalis fotografer dari Agence France-Presse (AFP) dan Penulis Buku Mata Lensa membagikan sedikit pengalamannya tentang kiat-kiat menjadi jurnalis fotografer di wilayah bencana.

Safety First

Seorang jurnalis fotografer kebencanaan harus mengutamakan keselamatan dirinya sendiri.

Sebelum berangkat ke wilayah bencana, jurnalis harus siap secara fisik, mental dan perlatan.

Jika seorang jurnalis belum siap, sebaiknya mereka tidak meliput ke lokasi bencana.

Sehingga seorang jurnalis tidak terseret menjadi penyebab bencana atau pun orang terdampak bencana.

Persiapkan dengan Matang dan Efisien

Persiapkan peralatan dan perlengkapan pribadi seperti pakaian, kamera, alat rekam dan obat-obatan. Namun jangan terlalu banyak.

Mengingat jurnalis diharuskan untuk bisa melakukan liputan secara lugas (mobile). Menaiki pesawat, kapal dan lainnya.

Sehingga tidak dianjurkan membawa barang yang banyak. Maka seorang jurnalis wajib memikirkan risiko-risiko terburuk yang kemungkinan terjadi di lapangan.

Jangan Panik dan Tetap Tenang

Ketika melakukan baik dalam keadaan ramai atau terjadi bencana susulan saat liputan. Jangan panik dan tetap tenang.

Seorang jurnalis wajib mengendalikan dan merawat diri sendiri. Jurnalis harus tahu batas.

Mengingat saat 24 jam pertama merupakan momen paling kritis saat melakukan liputan. Jika sudah tidak sanggup meliput, maka jangan dipaksakan.

Karena banyak sekali yang akan dihadapi di lapangan. Makanan sulit ditemukan, air bersih sulit, tempat menginap juga sulit. Sehingga wajib tetap tenang dan jaga diri.

It’s already there

Seorang jurnalis fotografer dilarang melakukan setting atau rekayasa hasil peliputan. Jurnalis diharuskan menggambarkan kondisi sebagaimana apa adanya.

Bukan rekayasa, karena dikhawatirkan akan menjadi bentuk eksploitasi terhadap keadaan bencana sekitar.

Hal ini dikarenakan kesedihan sudah ada di mana-mana, it’s already there. Fasilitas rusak, kerugian materi, korban jiwa, keluarga terdampak. Sehingga tidak perlu melakukan rekayasa adegan untuk kepentingan fotografi.

Keadaan ini dapat juga terlihat dari ekspresi orang sekitar di lapangan, entah penyintas maupun tim respons bencana, dan lainnya.

Dengan demikian jurnalis fotografer bisa menangkap atau foto ekspresi penyintas yang ada di lapangan.

Perlihatkan kondisi kontras suatu kejadian bencana. Dengan tujuan agar pembaca bisa mengetahui kondisi terdampak bencana.

Kemudian mengirimkan bantuan untuk mereka yang terdampak. Melalui rumus format fotografi General (wide angle), Medium View (medium close-up)  dan Detail (close-up).

Cari Lokasi dengan Sinyal Terkuat

Deadline? Tentu seusai mendapatkan bahan liputan, maka selanjutnya mengirimnya ke editor. Namun di lapangan tidak melulu memiliki sinyal internet yang bagus.

Solusinya yakni mencari grup atau posko besar atau rumah sakit, bandara, kantor pemerintahan. Mereka biasanya memiliki sumber jaringan internet yang kuat.

Sehingga ini memungkinkan jurnalis mengirimkan bahannya untuk segera diterbitkan (AFP/ DMC Dompet Dhuafa).

Hubungi Disaster Management Center Dompet Dhuafa:

Linkedin: Disaster Management Center Dompet Dhuafa

Instagram: dmcdompetdhuafa

Facebook: dmcdompetdhuafa.offical

Twitter: dmcddofficial

Youtube: DMC Dompet Dhuafa

Tiktok: dmcdompetdhuafa