Cerita Kasim Menjadi Relawan Pemadaman Selama 10 Tahun

Kubu Raya, Kalimantan Barat—“Umur saya sekarang 50 tahun dan saya telah menjadi relawan pemadaman kurang lebih selama 10 tahun,”ujar Kasim (50).

Kasim merupakan penduduk relawan Masyarakat Peduli Api (MPA) yang berasal dari Dusun Mulyorejo, Desa Limbung, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya. Ia merupakan penerima manfaat Aksi Layanan Medis yang dibuka oleh Tim Disaster Management Center (DMC) dan Respons Darurat Kesehatan Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (RDK LKC) Dompet Dhuafa dalam penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kalimantan Barat pada Jumat (25/08/2023).

Saat konsul dengan tim medis Dompet Dhuafa, ia mengeluhkan nafasnya yang terasa sesak, flu, batuk dan kepala pusing. Menurut Kasim ini adalah efek panjang dari terpapar asap karhutla. Ia telah menjalani relawan pemadaman selama 10 tahun di rumahnya. Rumahnya dikelilingi hutan gambut yang rawan terbakar.

“Terasa sesak nafas, pilek, batuk dan pusing. Sakitnya baru muncul sekarang-sekarang ini,” jelasnya.

Bahkan belum lama ini ia turut serta memadamkan karhutla yang ada di sekitar rumahnya. Wilayah Kubu Raya terpantau memiliki 200 titik api. Penyebab pasti kebakaran itu bisa muncul masih menjadi misteri. Mulai dari dugaan oknum warga hingga korporasi besar.

Akan tetapi Kasim menduga bahwa penyebab kebakaran itu terjadi karena faktor alam dan faktor ulah manusia.

“Kadang suka ada pihak yang ‘jahil’ seperti membuang puntung rokok saat pergi memancing atau mencari burung,” ujarnya.

Kasim tidak ambil pusing siapa penyebab karhutla tersebut bisa terjadi. Bagi dia adalah bagaimana memadamkan api yang menjalar dan menyala di sekitar wilayahnya hingga membuat rasa aman dan nyaman bagi keluarga serta masyarakat.

Pihak keluarga juga tidak ada yang keberatan Kasim menjadi relawan pemadaman. Meski rasa khawatir tetaplah ada tetapi mereka mendukung penuh aktivitas Kasim.

Akan tetapi aksi kerelawanan pemadaman tersebut harus dibayar dengan kondisi kesehatan Kasim. Baginya itu adalah konsekuensi yang logis. Meski sudah menggunakan alat pelindung diri (APD) yang lengkap, ancaman kesehatan akibat terpapar asap berkepanjang merupakan hal yang tidak bisa dihindari.

“Tidak ada rasa kecewa di diri saya. (Sakit) itu memang sudah takdir, tiada yang perlu disesalkan,” ungkapnya.

Kawan Baik, bahaya karhutla sangatlah nyata. Mari beralih pembukaan lahan yang ramah lingkungan dan pemberian sanksi yang kuat serta pengawasan yang ketat agar tidak ada oknum warga maupun korporasi yang menyulut api hingga menciptakan karhutla besar yang membahayakan masyarakat. Karena Bumi Cuma Satu, Berdaya Sekarang. (AFP/ DMC Dompet Dhuafa)