(AP Photo/ Fareed Khan)
Tangerang Selatan—(12/09/2022) Banjir menerjang wilayah empat provinsi di Pakistan yakni Sindh, Balochistan, Khyber Pakhtunkhwa, dan Punjab.
Menurut Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Antonio Guterres sendiri belum pernah melihat “pembantaian oleh iklim” dalam skala yang sedahsyat ini.
“Saya telah melihat banyak bencana kemanusiaan di dunia, tetapi saya belum pernah melihat pembantaian iklim dalam skala ini. Sulit menjelaskan dengan kata-kata atas apa yang saya lihat hari ini,”jelasnya saat hari kedua kunjungan di kota pelabuhan Karachi, Pakistan sebagaimana diwartakan Aljazeera (10/09/2022).
“Negara-negara maju secara moral bertanggung jawab untuk membantu negara-negara berkembang seperti Pakistan untuk pulih dari bencana seperti ini, dan untuk beradaptasi demi membangun ketahanan terhadap dampak iklim yang sayangnya akan terulang di masa depan,” kata Guterres, menambahkan bahwa negara-negara G20 menyebabkan 80 persen masalah emisi di dunia.
Sejak pertengahan Juni 2022, Pakistan telah dibanjiri oleh hujan muson yang ekstrem. Hal ini berujung pada terjadinya banjir bandang terburuk di negara itu dalam satu dekade. Kenyataan ini diperparah dengan dugaan mencairnya gletser raksasa di Pakistan.
Pakistan merupakan rumah bagi gletser besar yang ada di dunia. Pada tahun 2022, insiden mencairnya gletser di wilayah Gilgit-Baltistan utara sudah terjadi 16 kali.
“Insiden seperti itu terjadi setelah gletser mencair karena kenaikan suhu. Pemanasan global tidak akan berhenti sampai kita mengurangi gas rumah kaca dan jika pemanasan global tidak berhenti, efek perubahan iklim ini akan meningkat. Perubahan iklim merupakan alasan dasar untuk hal-hal semacam itu,” kata Sardar Sarfaraz selaku Pejabat Departemen Meteorologi Pakistan sebagaimana yang diberitakan oleh CNN, Kamis (01/09/2022).
Dengan pernyataan dari Sarfaraz di atas membawa isu perubahan iklim ke permukaan atas kondisi banjir bandang di Pakistan. Akibat perubahan iklim mendorong proses mencairnya gletser yang berada di Pakistan.
Namun beberapa ahli meragukan penyebab iklim merupakan faktor yang memperburuk banjir bandang tersebut. Pakistan dikenal sebagai kutub ketiga – memiliki jumlah gunung salju yang paling banyak di luar kutub Antartika dan Arktik yakni dengan 7.000 gletser.
“Jika banjir disebabkan oleh mencairnya gletser maka bendungan di hilir akan terisi air. Itu tidak terjadi. Bendungan Mangla yang dibangun di Sungai Jhelum, yang menampung air dari salju yang mencair di pegunungan Karakoram dan Himalaya, masih belum terisi penuh,”jelas Shafqat Munir, selaku penerliti asal lembaga think-tank, Sustainable Development Policy Institute sebagaimana dikutip dari TRT World (07/09/2022).
Menurut paparan data dari Global Climate Risk Index 2021 yang dibuat oleh Germanwatch, sebuah organisasi nirlaba asal Jerman yang bergerak di isu perubahan iklim. Melihat Pakistan sebagai negara yang rawan terhadap risiko dampak perubahan iklim, yakni berada di peringkat ke-8.
Pakistan memiliki kerentanan sosial yang cukup besar terhadap perubahan iklim. Tingkat kemiskinan dan kekurangan gizi yang tinggi, dan banyak komunitas dan kelompok minoritas terpinggirkan oleh status sosial-ekonomi, dan lainnya.
Pakistan berada di urutan ke-125 dari 169 negara dalam Indeks Pembangunan Manusia. Lebih dari satu dekade, kematian yang disebabkan oleh bencana alam didominasi oleh paparan gempa bumi di Pakistan. Namun, dalam beberapa tahun terakhir banjir juga memberikan dampak yang sangat signifikan.
Pakistan hingga tahun 2013, sekitar 29,5% penduduk masih hidup di bawah garis kemiskinan nasional dan 12,3% (2018) penduduk masih kekurangan gizi. Mayoritas dari 216,5 juta orang Pakistan (2019) tinggal di sepanjang Sungai Indus, daerah yang menjadi titik sebab banjir bandang tahun 2022 ini.
Angka di atas menyebabkan besarnya dampak kerusakan yang terjadi akibat dari banjir bandang. Dampak kerusakannya sangat besar, terhitung kurang lebih 1.400 jiwa meninggal, 12.700 jiwa terluka, termasuk 496 anak-anak meninggal dan 4.000 jiwa anak terluka.
Sekitar 664.000 orang dilaporkan tinggal di tenda pengungsian – lebih dari 190.000 jiwa sudah berada di tenda pengungsian dari seminggu yang lalu.
Jika melihat pantauan dari NASA Earth Observatory, dampak banjir sangat terlihat di Distrik Qambar dan Shikarpur di Provinsi Sindh. Volume besar air hujan dan air yang berasal dari melelhnya gletser membanjiri bendungan, waduk, kanal, dan saluran sistem irigasi negara.
Pada tanggal 31 Agustus, Indus River System Authority mengizinkan beberapa pelepasan bendungan karena air yang mengalir di dalamnya terancam melebihi kapasitas beberapa waduk.
Di bagian selatan Sungai Indus, banjir telah mengubah dataran menjadi laut. Mulai dari 1 Juli hingga 31 Agustus, wilayah Pakistan mengalami curah hujan lebih banyak dari rata-rata.
Terlepas terbukti atau tidaknya perubahan iklim memperburuk banjir bandang di Pakistan. Saat ini Pakistan sangat membutuhkan uluran tangan bantuan dari seluruh pegiat kemanusiaan di dunia. Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa bertekad dengan seluruh pihak terkait, baik swasta atau pemerintahan akan memberikan layanan respons tanggap darurat terbaik. Demi bantu atasi dampak banjir bandang dan mengangkat kembali kehidupan penyintas terdampak banjir bandang di Pakistan.