World Tsunami Awareness Day atau Hari Kesadaran Tsunami Sedunia diperingati setiap tanggal 5 November. Peringatan ini ditetapkan resmi pada Desember 2015 oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang pertama kali di Jepang pada tahun 1854.
Hari Kesadaran Tsunami Sedunia ini adalah gagasan pemerintah Jepang yang mempunyai pengalaman suram selama bertahun-tahun menghadapi bencana tsunami. Sehingga mereka membangun keahlian di berbagai bidang seperti, membuat sistem peringatan dini tsunami, dan me-recovery infrastruktur guna mengurangi dampak bencana tsunami di masa yang akan datang.
Selain Jepang, Indonesia juga pernah mengalami bencana tsunami pada tahun 1840 di wilayah selatan Pulau Jawa. Dalam tragedi tersebut, gempa kuat yang diikuti gelombang tinggi terasa hingga Semarang, Jawa Tengah dan Pacitan, Jawa Timur.
Kemudian pada tahun 1859, tsunami kembali menerjang wilayah selatan Pulau Jawa, tepatnya di Pacitan, Jawa Timur. Gelombang tiba saat kapal Ottolina hendak bersiap untuk melepas jangkar. Gempa berkekuatan dahsyat disertai tsunami tersebut mengakibatkan 2 awak kapal meninggal dunia dan 11 orang terselamatkan.
Di tahun 1921, tsunami yang berkekuatan cukup rendah terjadi di dua titik yaitu Pantai Tritis, Yogyakarta dan di Cilacap, Jawa Tengah.
Di tahun 1994, terjadi tsunami besar di Banyuwangi yang mengakibatkan 4 wilayah rusak parah yaitu, Pancer, Pantai Lampon Pesanggaran, Rajegwesi dan Grajagan.
Pancer menjadi wilayah yang mendapat dampak terburuk sebanyak 121 orang tewas, 27 luka berat dan 704 rumah runtuh.
Kemudian tsunami tertinggi terjadi di wilayah Rajegwesi yang mencapai hingga 13,9 meter. Akibatnya, 33 penduduk tewas 14 lainnya hilang dan 71 rumah hancur.
Lalu di Pantai Lampon Pesanggaran sebanyak 39 orang meninggal dunia, 1 hilang dan 4 luka parah. Sedangkan di Grajagan 13 orang dinyatakan meninggal dunia.
Pada Desember 2004, tsunami yang melanda wilayah Aceh. Tsunami besar tersebut dipicu oleh gempa bumi yang terjadi di Aceh. Peristiwa ini menyebabkan korban jiwa mencapai sekitar 230.000, tidak hanya korban di Aceh tetapi juga melanda beberapa negara seperti Thailand dan Sri Lanka yang sebagian besarnya karena tsunami dan faktor-faktor lainnya.
Penyebab tsunami yang paling umum dan paling utama adalah gempa bawah laut yang termasuk gempa jenis tektonik. Namun, tanah longsor, aktivitas vulkanik, jenis cuaca tertentu dan jatuhnya meteorit juga dapat menyebabkan tsunami.
Ada dua jenis peringatan tentang akan terjadinya tsunami, yaitu peringatan tsunami secara resmi dan peringatan tsunami secara alami. Keduanya sama-sama penting. Kita mungkin tidak akan bisa mendapatkan keduanya. Tetapi yang harus segera kita lakukan adalah mengambil tindakan jika ada peringatan bahwa akan terjadi tsunami, baik itu resmi maupun alami.
Masyarakat harus tanggap dan waspada dengan potensi bencana agar risiko dari bencana bisa diminimalisir. Bencana bisa terjadi kapan saja dan dimana saja. Sehingga, perlu upaya kesadaran masyarakat untuk meminimalisir risiko bencana dan dampak yang disebabkan dari peristiwa bencana tersebut.
Pasalnya bencana tsunami memiliki kecepatan 800 km/jam di laut dan 25-100 km/jam saat di daratan. Saat mencapai daratan, tinggi gelombangnya bisa mencapai 10-36 meter. Hal ini menambah kekhawatiran sendiri bagi masyarakat terkait adanya tsunami. Individu yang terdampak tsunami beresiko terseret arus dan tenggelam serta terbentur dan tertimpa uing yang terbawa arus.
Belajar dari peristiwa bencana tsunami yang terjadi pada tahun-tahun lalu. Masyarakat diwajibkan memahami tata cara siap siaga dalam menghadapi tsunami. Berikut beberapa hal yang bisa dilakukan dalam mengantisipasi tsunami:
Sebelum terjadi tsunami:
- Kenali dan waspadai tanda-tanda tsunami
- Jauh area pantai dan tepian
- Ketahui tanda peringatan dini di wilayah anda
- Siapkan perlengkapan darurat
- Ikuti arahan dari petugas
Tanda-tanda Tsunami:
- Didahului gempa besar dan lama
- Gelombang lebih dari satu kali
- Air laut mendadak surut
- Terdengar suara gemuruh dari arah laut
- Tercium bau yang tidak biasa, seperti amis/belerang yang kuat
- Hewan berlarian menjauhi pesisir
Ketika tsunami benar-benar terjadi maka yang harus dilakukan adalah:
- Lari ke tempat yang tinggi atau tempat evakuasi sementara terdekat
- Berjalan kaki saat evakuasi lebih dianjurkan
- Ikuti petunjuk evakuasi dari petugas setempat
- Hindari area aliran sungai dan jembatan
- Tetap bertahan sampai keadaan dinyatakan aman oleh petugas
Di Perjalanan (ketika berkendara):
- Segera menepi, kunci dan tinggalkan kendaraan
- Lari ke tempat aman dengan berjalan kaki
- Tetap bertahan sampai keadaan dinyatakan aman oleh petugas
Catatan penting, bila terbawa gelombang tsunami, carilah benda terapung sebagai tempat berpegangan dan menghemat tenaga. Pada saat darurat, bangunan/pohon yang cukup tinggi dan kokoh bisa dijadikan alternative tempat evakuasi.
Ketika situasi sudah mulai kondusif dan tsunami sudah berlalu maka masyarakat harus:
- Periksa kondisi anda dan keluarga. Bila mengalami cedera, pastikan mendapatkan pertolongan pertama.
- Jangan kembali ke rumah sebelum keadaan benar-benar aman.
- Tunggu informasi dari pihak berwenang dan bertindaklah sesuai himbauan.
- Waspada runtuhan bangunan dan puing-puing yang terbawa arus
Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa mengajak masyarakat bergabung dalam gerakan Indonesia Siap Siaga bencana alam untuk selalu sigap dalam menghadapi segala macam bencana alam. Melalui pelatihan mitigasi tanggap darurat dan adaptasi perubahan iklim, mari wujudkan Indonesia Siap Siaga bencana alam. Karena Bumi Cuma Satu, saatnya Berdaya Hadapi Bencana.
Penulis: Amira Nissa Umniyya
Fotografer: DMC Dompet Dhuafa
Editor: Arifian Fajar Putera/ DMC Dompet Dhuafa