Bandung—”Aku merasa terpanggil untuk ikut dalam respons gempa bumi di Bandung,” ungkap Muhammad Fadhil Makarim saat dihubungi melalui pesan singkat pada Selasa (01/10/2024).
Muhammad Fadhil Makarim merupakan pemuda asal Pekanbaru, Riau.
Ia menempuh sarjana Pendidikan Agama Islam (PAI) di salah satu universitas di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Seusai wisuda ia memutuskan ikut dalam aksi respons gempa bumi di Jawa Barat, tepatnya menuju wilayah Kabupaten Bandung.
Dia terketuk hatinya untuk menjadi relawan saat melihat berita tentang kondisi anak-anak di pengungsian pasca-bencana terjadi.
Hal ini yang mendorong Fadhil untuk segera berangkat menuju Bandung dari DIY.
“Hari kamis malam pesan tiket kereta mendadak banget dan untungnya ada yang murah,” imbuh Fadhil.
“Berangkat jam 10 malam, sampai Bandung jam 6 pagi,” lanjutnya.
Mulai dari stasiun kereta Bandung dia memesan ojek online untuk menuju Pos Relawan Dompet Dhuafa.
Saat hendak mencapai pasar, dia melihat salah satu armada DMC Dompet Dhuafa sedang berbelanja. Kemudian dia turun dari kendaraan ojek online dan memutuskan lanjut menggunakan kendaraan DMC Dompet Dhuafa.
Sebuah pertemuan unik. Pada akhirnya kebaikan menemukan jalannya sendiri.
Selama ikut aksi kemanusiaan DMC Dompet Dhuafa, Fadhil melakukan banyak hal. Mulai dari asesmen, membuka Dapur Umum, Pos Hangat hingga Dapur Keliling.
Bahkan dia sempat menginap di pengungsian bersama para penyintas untuk memantau perkembangan dan kebutuhan para penyintas.
Tepatnya di pengungsian Kampung Tutugansari, Dusun Pinggirsari, Desa Cihawuk, Kecamatan Kertasari.
Namun yang paling ia sukai adalah saat berinteraksi dengan anak-anak.
Menurutnya anak-anak sangat membutuhkan perhatian khusus saat masa tanggap darurat seperti ini. Khawatirnya situasi ini akan mengganggu dan menjadi penentu perkembangan kepribadian anak-anak.
“Dan ini yang paling menarik, bermain bersama-sama anak untuk memberi (Psychological First Aid) PFA dan bermain di Taman Ceria,” sambungnya.
Anak-anak sangat kooperatif dan bersahabat. Satu demi satu anak-anak menghampiri Fadhil dan mulai mengajarkan bahasa Sunda sehari-hari.
Seperti bahasa Sunda makan adalah tuang dan bahasa kasarnya dahar . Anak-anak juga mengajarkan anak-anak berhitung menggunakan bahasa Sunda.
“Di sini seru banget, di tenda sudah dibangunin oleh anak-anak untuk main lagi, belajar lagi, mengaji lagi. Adik-adiknya kooperatif dan bersahabat dengan teman-teman relawan di sini,” akunya.
Satu-satunya kendala yang ia alami ialah suhu udara yang dingin.
Di wilayah Kabupaten Bandung suhu udara bisa mencapai 10 derajat Celcius. Jika air conditioner hanya sampai pada suhu 16 derajat Celcius, maka bisa dibayangkan betapa dinginnya di Kabupaten Bandung ini.
Namun di atas itu semua tidak mengurangi semangat Fadhil untuk membantu adik-adik penyintas gempa bumi. Dia turut membersamai adik-adik penyintas.
“Semoga kondisi ini lekas membaik, semoga aman terkendali kembali, sehingga adik-adik bisa masuk sekolah. Bisa belajar lagi, bisa ceria lagi, dan bisa melanjutkan cita-citanya lagi,” imbuhnya.
“Jangan lupakan kakak-kakak relawan ya, semoga kita bisa bertemu kembali dalam kondisi yang berbeda dan lebih baik lagi,” tutup Pesan Fadhil. (AFP/ DMC Dompet Dhuafa)