Tangerang Selatan—(07/07/2022)”Fungsi asesmen sendiri berguna untuk melakukan pemetaan (titik pengungsian), tracking jalur, hingga program-program apa yang bisa kita jalankan di titik-titik tersebut,” jelas Rizqy Qays selaku relawan Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa.
Rizqy Qays merupakan salah satu relawan DMC Dompet Dhuafa. Di usianya yang sudah mencapai 20 tahun, ia tetap berpegang teguh membantu sesama. Salah satu pengalamannya menjadi relawan DMC Dompet Dhuafa ialah saat ia turut serta dalam melakukan giat respons bencana awan panas guguran (APG) Semeru. Terhitung satu bulan penuh ia berada di Lumajang.
Waktu itu pukul menunjukan 21:00 WIB saat ia dan bersama rekan respons bencana lainnya berangkat menuju Lumajang. Perjalanan menuju Lumajang sendiri membutuhkan 18 jam dari markas besar DMC Dompet Dhuafa menuju Pos Relawan DMC Dompet Dhuafa di Pronojiwo. Kemudian berpindah tempat menuju Pos Relawan DMC Dompet Dhuafa di Candipuro.
Saat pertama kali sampai, Rizqy Qays yang memiliki kode nama Juto, mengikuti tim SAR-Evakuasi pencarian korban hilang bencana APG Semeru. Hari pertama yakni tepatnya tanggal 7 Desember 2021, ia bersama relawan gabungan lainnya melakukan pencarian korban di Kampung Renteng, Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro.
Juto bersama relawan gabungan lainnya menggali di salah satu titik yang diduga terdapat korban bencana APG Semeru. Tim relawan gabungan bahu-membahu bergantian menggali di tengah teriknya panas matahari dan uap panas yang keluar dari titik penggalian. Namun akibat kondisi cuaca yang sudah gelap, pencarian dihentikan semua tim ditarik kembali ke posisi aman.
“Gerah dan panas,” singkatnya coba mengingat kembali pengalaman tersebut.
Seusai menjadi tim respon, Juto juga diamanahkan menjadi tim asesmen respons kebencanaan, yakni melakukan pendataan dan pemetaan aksi respons kebencanaan: mulai dari pemetaan titik pengungsian, kondisi medan jalur, hingga penentuan program yang akan dilaksanakan di titik-titik pengungsian.
“Bisa dibilang tim asesmen merupakan ujung tombak respons kebencanaan. Dengan hadirnya tim asesmen, kita bisa menentukan program yang tepat untuk bantu penuhi kebutuhan-kebutuhan penyintas,” sambungnya.
Juto melewati jalan yang terjal dan hanya mampu dilalui oleh kendaraan roda dua, mencapai titik terpelosok, jauh dan susah sinyal. “Cukup berkesan menjadi relawan. Banyak hal yang didapat: senang, sedih, kesal dan juga panik akibat masih seringkali terjadi susulan awan panas guguran di sini,” terangnya.
Ketika ada eskalasi bahaya bencana, tim asesmen merupakan tim yang paling pertama turun ke lapangan meninjau lokasi dan mengukur tingkat bahaya: apakah perlu menurunkan kendaraan taktis untuk evakuasi atau tetap stand by di pos relawan.
Terhitung Juto sudah menyelami dunia relawan semenjak usia 18 tahun. Selepas lulus sekolah menengah, dia tergabung dalam salah satu komunitas pecinta lingkungan yang salah satu programnya melakukan respons kebencanaan. Mulai dari sana ia belajar melakukan respons kebencanaan hingga mempertemukan ia dengan DMC Dompet Dhuafa.
“Menjadi relawan itu suatu hal yang sangat membanggakan, bisa berguna untuk sesama dan juga mempunyai tugas yang mulia,”tambahnya.
Sehari-hari Juto membantu orang tua menjajalkan aneka minuman kopi di kedai orang tuanya. “Dukanya menjadi relawan adalah di saat kita sedang respons, kita jauh dari orang-orang tersayang dalam jangka waktu yang lama. Minimnya kita memberi kabar kepada mereka di saat ada waktu lenggang dan ada akses internet,” tutupnya.
Saat ini Juto sedang menjadi relawan program Food for Dhuafa. Ia bersama beberapa relawan lainnya sedang mendistribusikan dan mencari titik penerima manfaat yang tepat bagi penyaluran program tersebut. Baginya relawan sebuah jalan hidup yang sulit dipisahkan dari dirinya.