Kota Makassar, Sulawesi Selatan—Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa dan Sekolah Guru Indonesia (SGI) Lembaga Pengembangan Insani (LPI) adakan pelatihan siap bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Sebanyak 30 peserta yang terdiri dari para guru menghadiri pelatihan yang berlokasi di Museum Kota Makassar, Kelurahan Baru, Kecamatan Ujung Pandang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan (10/09/2023) dan di Kelurahan Panaikang, Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar (11/09/2023).
Para peserta diberikan materi berupa pertolongan pertama darurat kesehatan, pemadaman api dan penanggulangan pra hingga tanggap darurat saat terjadi karhutla.
Diketahui melalui kajian risiko yang dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada tahun 2021, Sulawesi Selatan memiliki risiko kebakaran hutan dan lahan.
Total luas bahaya kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Sulawesi Selatan secara keseluruhan adalah 3.101.241 Ha dan berada pada kelas Tinggi.
Kabupaten Luwu Utara memiliki luas tertinggi untuk bahaya kebakaran hutan dan lahan pada kelas rendah yaitu 275.834 Ha, Kabupaten Kepulauan Selayar menjadi kabupaten dengan luas bahaya tertinggi pada kelas sedang yaitu 631.612 Ha, dan kelas tinggi yaitu seluas 128.255 Ha.
Kemudian data kajian kerentanan di Sulawesi Selatan ditemui dalam angka yang cukup besar. Data kajian kerentanan untuk bencana kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Sulawesi Selatan didapatkan dari potensi penduduk terpapar dan kelompok rentan serta potensi kerugian, baik fisik, ekonomi, dan kerusakan lingkungan.
Potensi jumlah penduduk terpapar dan potensi kerugian ini dianalisis dan kemudian ditampilkan dalam bentuk kelas kerentanan bencana kebakaran hutan dan lahan. Total kerugian untuk bencana kebakaran hutan dan lahan adalah sebesar 14,452 triliun rupiah.
Kabupaten Toraja Utara yakni sebesar 1,789 triliiun rupiah dan kerugian ekonomi terkecil adalah Kabupaten Bulukumba yakni sebesar 74,329 milyar rupiah.
Dari 23 (dua puluh tiga) kabupaten/kota yang berisiko bencana kebakaran hutan dan lahan, Kabupaten Kepulauan Selayar dan Tana Toraja memiliki kelas risiko bencana Tinggi.
Kabupaten Bulukumba tergolong kelas risiko rendah. Sementara kabupaten/kota lainnya termasuk kelas risiko bencana Sedang. Kondisi ini menjadikan kelas risiko bencana kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Sulawesi Selatan adalah Tinggi.
Jika dibanding dengan tahun lalu, puncak kebakaran untuk wilayah Sulawesi Selatan terjadi pada bulan Oktober berdasarkan pantauan Global Forest Watch.
Pantauan tersebut dapat dilihat mulai terjadinya karhutla di wilayah Sulawesi Selatan. Pada Minggu (27/08/2023) kebakaran memakan dua hectare lahan perkebunan warga di Kecamatan Bacukiki, Kota Parepare, Sulawesi Selatan.
Kemudian pada Selasa (12/09/2023) telah terjadi kebakaran hutan dan lahan di wilayah kawasan hutan lindung di Dusun Tala-tala, Desa Bontomanai, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros.
Lalu pada Kamis (14/09/2023) sebanyak 8 hektare lahan di kaki Gunung Sewo, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan terbakar.
Melihat kenyataan di atas, DMC Dompet Dhuafa dan SGI berharap lewat pelatihan ini para peserta yang terkumpul di Makassar ini mampu menjadi relawan pemadaman karhutla yang tersebar di seluruh Provinsi Sulawesi Selatan.
“Kebakaran tinggi dan tingkat kekeringan juga sama tinggi,” ujar Sanadi selaku Humanitarian Academy Staff DMC Dompet Dhuafa melalui pesan singkat.
Di sisi lain, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi awal musim hujan secara umum akan terjadi pada bulan November 2023. Hal ini membawa harapan bagi masyarakat yang rentan terpapar karhutla di Indoensia.
Pada bulan November 2023 terdapat sekitar 255 ZOM (36,5%) yang akan memasuki musim hujan yaitu meliputi Sumatera Selatan, Lampung, sebagian besar Banten, Jakarta, Jawa Barat, sebagian besar Jawa Tengah, sebagian Jawa Timur, Bali, sebagian kecil NTB, sebagian kecil NTT, Sulawesi Utara, Gorontalo, sebagian Sulawesi Tengah, sebagian besar Sulawesi Selatan, Maluku Utara bagian utara, dan Papua Selatan bagian selatan.
“Secara umum musim hujan diprediksi akan datang lebih lambat, yaitu terjadi pada sekitar 446 ZOM (63,8%) di seluruh Indonesia. Sejumlah 22 ZOM (3,2%) diprediksi akan mengalami awal musim hujan yang lebih awal atau maju. Dan, terdapat juga sekitar 56 ZOM atau sekitar 8,0% wilayah Indonesia yang diprediksi akan mengalami awal musim hujan yang sama dengan rerata klimatologinya,” terang Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati dalam laman resmi BMKG (08/09/2023). (AFP/ DMC Dompet Dhuafa)