Suka Duka di Posko Pengungsian

Flotim, NTT— “Kami bersyukur sekali, saya rasa lebih dari cukup kebutuhan kami di sini sejauh ini. Biar bisa dapat bantu sedikit juga kami sudah bersyukur sekali. Lebih dari cukup sudah”, ungkap Marta Namu Soge salah satu penyintas erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki pada Senin (18/11/2024).

“Setiap hari ada saja bantuan berupa air, beras, jajanan anak-anak, ada dari juga yayasan. Kami di-support bahan-bahan makanan”.

Marta merupakan warga asal Desa Nobo, Kecamatan Ile Bura, Kabupaten Flores Timur (Flotim), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Saat ini dia dan keluarga serta warga desa sedang mengungsi di bangunan tidak terpakai yang berada di tengah sawah Desa Konga, Kecamatan Titehena, Kabupaten Flotim, Provinsi NTT.

Bangunan tersebut cukup besar, setara bangunan gudang logistik. Bedanya bangunan tersebut tidak memiliki dinding penutup, hanya atap dan pilar-pilar penyangga, sehingga masih terbilang aman dan sejuk.

Sekelilingnya merupakan persawahan yang memanjakan mata yang lengkap dengan aliran sungai dan pemandangan langsung Gunung Lewotobi, sehingga mereka bisa memantau langsung kondisi Gunung Lewotobi Laki-Laki.

Marta bersyukur masih banyak pihak yang peduli terhadap keberlangsungan hidup mereka. Salah satunya adalah Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa.

Bantuan dari posko pengungsian juga menjangkau sampai sini. Salah satunya ialah makanan siap santap yang diberikan tiga kali sehari.

“Kami juga di-support makanan dari posko utama, kalau agak terlambat kami bisa memasak sendiri di kami punya posko mandiri ini”, imbuhnya.

“Tetapi perlengkapan dapur kami belum terlalu lengkap, kadang membutuhkan minyak tanah buat masak anak-anak, kadang kan anak-anak mau makan bubur, itu kami agak kesusahan minyak tanah”, ujar Marta dengan sayu.

Dengan kondisi seperti itu, kendala lain yang muncul perihal kesehatan. Sebagian besar pengungsi di sini menderita flu dan batuk, mengingat posisi mereka yang tepat berada di tengah sawah yang banyak akan sekam-sekam padi.

Sedangkan penyakit lain yang sempat terdeteksi oleh kedatangan tim medis adalah darah tinggi dan penyakit yang berkaitan dengan kesehatan lambung.

Meski begitu mereka tetap saling erat berpegangan tangan bahu-membahu satu sama lainnya untuk menghadapi situasi ini bersama-sama.

Walaupun perbedaan mencolok sebelum hadirnya erupsi—selain akses kebutuhan sehari-hari yang sedikit lebih sulit—ialah keakraban mereka sesama warga jauh lebih kuat ketimbang sebelum erupsi terjadi.

“Sukanya, kalau di rumah itu selalu sibuk. Sibuk urus rumah tangga, masak, cuci, kadang jarang sekali bertemu dengan tetangga keluarga. Namun selama kejadian ini, kami bisa berkumpul bersama, bercanda tertawa, nyuci masak, makan sama-sama, yang tadi lauk hanya sedikit juga kami bisa bagi sedikit-sedikit dapat semua”, aku Marta.

“Tetapi di sisi lain, sebelum erupsi, ketika beraktivitas seperti biasa, kita tidak kepikiran pikiran negatif. Tetapi setelah erupsi ini, hidup kami itu merasa terancam sekali”, sambungnya.

“Saat bekerja, kami berpikir untuk cepat selesai, cepat pulang, jangan terlalu huru-hara, kita hanya untuk jaga-jaga saja, tidak bunyi-bunyi musik, huru-hara anak-anak juga sudah kami larang mereka, biasanya mereka duduk kumpul-kumpul nyanyi-nyanyi, sekarang sudah dibatasi. Sudah di atas jam 22:00 itu kita tenang dan diam supaya kalau ada aktivitas gunung lagi kita bisa dengar”.

Menurut Marta erupsi yang pertama itu tidak separah yang sekarang. Saat itu kegiatan di kampung masih memungkinkan, namun kali ini getaran dan abunya jauh lebih banyak sehingga memaksa mereka untuk mengungsi ke tempat pengungsian mereka saat ini.

Ternak-ternak mereka sedikit terbengkalai meski beberapa kali mereka mendatangi lokasi peternakan mereka untuk memberi pakan ternak, namun mereka tidak bisa berlama-lama mengingat bahaya yang mengintai. Jadi sesudah memberi pakan, mereka balik ke posko pengungsian segera. Balik ke tempat aman.

Beruntungnya tempat ini merupakan titik intervensi DMC Dompet Dhuafa di awal tahun 2024 saat Gunung Lewotobi Laki-Laki erupsi. Intervensi tersebut berupa pembangunan Toilet Darurat.

Hal inilah yang mendorong Marta dan warga kembali mengungsi di tempat ini, tempat yang sama ia tempati di awal tahun 2024 saat eskalasi Gunung Lewotobi Laki-Laki. Kali ini DMC Dompet Dhuafa membuka Pos Hangat di posko pengungsian mandiri ini.

“Tentang Pos Hangat ini saya sangat bersyukur, sangat senang sekali, saya bangga, karena ini dari Dompet Dhuafa bukan kali ini saja, yang kemarin (awal tahun) juga kan dapat bantuan dari Dompet Dhuafa berupa kamar ganti dengan WC”, pungkas Marta.

Kawan Baik, mari panjatkan doa untuk keselamatan dan kesejahteraan penyintas erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki. Semoga mereka selalu diberikan kesehatan dan berada di perlindungan Tuhan Yang Maha Esa.

“Semoga Tuhan membalas semua jasa baik adik-adik sekalian”, tutup Marta. (AFP/ DMC Dompet Dhuafa)