Cerita Sukma: Rasa Kemanusiaan dan Harapan yang Terus Lahir (Bagian Tiga)

Flores Timur, NTT–Sukma merasakan keceriaan anak-anak di pos pengungsian menular kepadanya, terutama setelah berhari-hari menjadi relawan. Keadaan itu menjadi alasan besarnya senang menjadi relawan respons erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki.

“Alasan yang membuat saya senang menjadi relawan, yang pertama adalah saya merasakan apa yang mereka rasakan. Dengan keberadaan saya, saya berharap bisa membantu beberapa pengungsi. Membantu di dapur umum, dan membantu memasak, menyediakan makanan untuk para pengungsi,” ujar Sukma.

Menjadi relawan kerap kali dituntut untuk rela berada jauh secara jarak dengan rumah dan keluarga. Terkadang ini menjadi hambatan tiap orang untuk terjun ke dunia kerelawanan. Namun, perihal ini Sukma bercerita bahwa kedua orang tuanya membuka pintu selebar-lebarnya untuk Sukma menjadi relawan.

“Orang tua pribadi tidak pernah melarang kalau saya mengikuti kegiatan relawan kemanusiaan. Karena beliau merasa bawa ketika kamu bisa bermanfaat untuk orang lain maka bergeraklah. Mereka tidak pernah melarang saya untuk ikut serta dalam kegiatan kemanusiaan,” Tutup Sukma.

Kawan Baik, seperti yang kita tahu bahwa dunia penuh dengan ketidaktentuan, dan karenanya tidak pula bebas dari bencana. Oleh karena itu berada dalam satu barisan dan membantu sesama membuat kita menjadi berdaya.

Tidak hanya itu, dari cerita Sukma kita dapat mengerti bahwa rasa kemanusiaan menjadi pembuka segala kebaikan. Selama kita, sebagai manusia, masih mengandung rasa kemanusiaan dalam badan, dan dari keadaan demikian harapan bisa terus lahir, berpijar, dan terang-benderang. Karena Bumi Cuma Satu, Berdaya Sekarang. (MAN/ MAA / DMC Dompet Dhuafa)

Sebelumnya Halaman Awal