oleh: Heni Susanti
Kehidupan rumah tangga memang tidak lepas dari sekedar makan, minum, kerja, dan aktivitas lainnya. Dari serangkaian itulah banyak sampah yang kami hasilkan dari mulai sampah organik dan non-organik.
Fenomena di kota yang kami lihat justru tukang sampah menjadi sesuatu yang diperlukan sekali karena tanpa bapak tukang sampah, sampah rumahan jadi bingung ke mana harus kami buang, dan menurut saya adanya bapak tukang sampah justru menjadi ketergantungan, artinya sampah-sampah rumahan seperti di kota akan dibuang begitu saja tanpa dikelola dengan baik.
Sampah-sampah yang kami punya, kami kumpulkan menurut jenisnya, dari yang organik, dan kami memiliki alat pengukurnya. Masing-masing rumah memiliki ember-ember yang berfungsi untuk bersihkan sampah organik, yang nantinya akan diolah atau akan didiamkan membusuk dan akan menjadi ulat kecil atau disebut maggot.
Maggot inilah akan menjadi sumber uang, sebab akan dijual ke ternak ikan untuk pakan ikan, per kilogramnya dibandrol Rp7.000. Setelah sampah-sampah penuh dengan sampah organik empunya ember akan dihubungi lewat telepon genggam untuk diminta diganti bak sampahnya dengan yang baru dalam keadaan masih kosong. Setiap satu kilogram maggot sekiranya membutuhkan tiga sampai empat kilogram sampah organik.
Untuk sampah organik jika tak diambil oleh pengelola maggot, biasanya akan dibuang di kebun sebagai rabu atau pupuk, karena setiap kali ibu-ibu ke kebun salak, pasti akan membawa ember atau tomblok kecil yang isinya sampah baik sampah organik maupun sampah plastik yang sudah menjadi abu, karena kami membakarnya bersamaan dengan kayu bakar maka sisa pembakaran tadi akan kami buang juga ke kebun sebagai pupuk.
Untuk sampah non-organik di desa kami karena tak ada orang yang mengelola sampah plastik, maka desa kami yang setiap rumah punya luweng atau tempat masak yang bahan bakarnya dari kayu, kemudian sampah tersebut bisa menjadi bahan bakar untuk memasak.
Sampah pampers yang kami punya akan kami buang kotoran atau tinjanya ke WC, setelah itu akan kami rendam sebentar, dan kami sobek, kemudian jelnya dikuburkan ke dalam tanah, lalu kertasnya kami jemur. Setelah sampah tersebut kering, maka sampah tersebut bisa jadi bahan bakar untuk memasak.
Alhamdulillah kami tak ketergantungan tukang sampah, dan desa kami tetap bersih semoga tulisan ini bisa menginspirasi desa-desa lain agar cermat mengelola sampah Rumah Kita Sendiri.
Biodata Singkat
Heni Susanti merupakan salah satu petani wanita yang berasal dari Magelang. Ia bersama sang suami juga merupakan relawan penanggulangan bencana penugasan di wilayah Gunung Merapi.