Indonesia berada dalam salah satu kawasan paling ramai akan ragam potensi bencana alam di dunia, oleh sebab itu pendidikan terkait pencegahan risiko bencana adalah kebutuhan yang mendesak.
Bencana gempa dan tsunami di Aceh tahun 2004 yang menelan korban sebanyak 170.000 jiwa menjadi semacam wake up call untuk perbaikan manajemen kebencanaan di Indonesia. Termasuk di dalamnya pendidikan tentang kewaspadaan bencana.
Tak luput juga secara geografis letak Indonesia sebagai negara kepulauan yang berada pada jalur ring of fire, membuat Indonesia menjadi wilayah yang rentan mengalami gempa bumi dan terdampak letusan gunung berapi. Mempersiapkan masyarakat menghadapi situasi darurat dengan pengetahuan kebencanaan menjadi amat krusial.
Wawasan kebencanaan yang memadai perlu dimiliki tiap-tiap individu. Khususnya pengetahuan kebencanaan yang sesuai konteks dengan hazard bencana di tempat tinggal masing-masing.
Di tengah meningkatnya eskalasi bencana dan situasi darurat saat ini, kecanggihan teknologi, memperoleh pengetahuan kebencanaan dan penerapannya dalam tindakan nyata menjadi cara efektif untuk meminimalisir risiko bencana yang terjadi.
Terutama pendidikan kebencanaan yang menjadi salah satu aspek penting terhadap pengurangan risiko bencana dan kesiapsiagaan pada kelompok masyarakat rentan, seperti anak-anak, perempuan, lansia, dan penyandang disabilitas.
Minimnya pendidikan bencana di masyarakat menjadi salah satu penyebab risiko bencana yang mungkin terjadi tidak dapat dihindari, dan bahkan dampak yang diterima kian destruktif. Terutama pada kelompok-kelompok rentan dalam masyarakat.
Sosiolog Elaine Enarson memaparkan pikirannya perihal ini di dalam tulisannya tentang perempuan sebagai kelompok paling rentan menjadi korban bencana alam dan kaitannya dengan pengetahuan kebencanaan.
Mula-mula, kontruksi sosial yang terbangun akibat ketimpangan posisi antara laki-laki dan perempuan menempatkan perempuan pada peran dan posisi yang tidak mudah. Konstruksi sosial ini membentuk nilai budaya di mana perempuan fokus pada urusan domestik sehingga jarang bisa keluar rumah.
Kondisi ini seringkali menyebabkan ketidakhadiran perempuan dalam pelatihan kebencanaan sehingga wawasan terkait pencegahan dan penanggulangan bencana yang dimiliki tidak memadai. Terbatasnya pengetahuan yang dimiliki soal teknik penyelamatan diri berdampak pada kondisi di mana perempuan lebih rentan menjadi korban bencana alam.
Dari hal ini kita mampu menilai bahwa pendidikan kewaspadaan bencana punya urgensi di tengah masyarakat untuk mereduksi risiko bencana. Solusi atas kasus terkait tentu saja penyebaran intensif pendidikan kebencanaan ke berbagai elemen masyarakat.
Tidak hanya itu, pembekalan pengetahuan kesiapsiagaan darurat kepada anak-anak sebagai salah satu kelompok rentan menjadi hal penting untuk mengurangi dampak risiko bencana. Mempersiapkan generasi muda menghadapi situasi darurat dengan memberdayakan mereka lewat pengetahuan kewaspadaan bencana.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di berbagai negara seperti Jepang, terdapat hubungan langsung antara pendidikan, peningkatan persepsi risiko, dan langkah-langkah pengurangan risiko yang dilakukan anak-anak.
Pendidikan kebencanaan yang dimulai sejak dini memudahkan anak-anak memahami masalah bencana, ketahanan, dan pengurangan risiko sejak dini. Di usianya, anak-anak cenderung meernungkan apa yang telah mereka pelajari dari orang dewasa. Dengan begitu pendidikan yang tepat terkait kewaspadaan bencana dapat meningkatkan tingkat kesadaran masyarakat di masa yang akan datang.
Mempersiapkan anak-anak yang berwawasan kesiapsiagaan bencana dan situasi darurat mampu menumbuhkan masyarakat yang siap dan tangguh terhadap bencana di masa yang akan datang.
Masyarakat yang tangguh terhadap segala macam bencana alam yang mungkin hadir tak kenal waktu dan tempat bisa terwujud dengan cara yang paling efektif dan murah, yakni pendidikan dan peningkatan kapasitas literasi tiap-tiap individu tentang bencana dan bahayanya.
Dengan begitu, risiko bencana bisa direduksi sekecil mungkin dampaknya atau bahkan dihindari.
Selain itu, berkaitan dengan kecanggihan teknologi masa kini, pendidikan kebencanaan diupayakan menjadi kebutuhan yang melengkapi keberadaan teknologi Early Warning System (sistem peringatan dini). Respons masyarakat atas alarm peringatan dini musti dilengkapi dengan wawasan memadai tentang kebencanaan.
Dan juga wawasan kebencanaan mampu menambal kekurangan dari operasional early warning system itu sendiri yang cenderung belum menyeluruh ke berbagai daerah pelosok.
Kawan Baik, ketika bencana alam terjadi di suatu kawasan, yang hancur tidak hanya tembok dan atap, melainkan juga hubungan antar manusia, mata pencaharian, dan tujuan hidup yang telah ditata selama bertahun-tahun.
Namun, segala kerugian yang mengancam sebagai dampak dari kehadiran bencana masih bisa kita kendalikan apabila kita merespons situasi dengan tangguh, tepat dan penuh persiapan. Pengetahuan menjadi langkah ampuh untuk menangkal risiko bencana itu. Karena Bumi Cuma Satu, Berdaya Sekarang. (MAA/DMC Dompet Dhuafa)