Siklus Hidup yang Terlupakan: Menelan Udara dan Menghirup Air

Udara terdiri dari komponen zat gas yang beragam. Mulai dari Nitrogen, Oksigen, Argon, dan Karbondioksida. Namun udara yang berada di lapisan atmosfer hanya terdiri dari komposisi oksigen, karbondioksida dan ozon. Kandungan zat terbanyak dalam udara adalah Nitrogen, kemudian disusul oleh Oksigen.

Kesemua unsur zat yang terkandung dalam udara tersebut memiliki manfaatnya masing-masing bagi kehidupan. Meski sebagian unsur zat tersebut, apabila terlalu banyak justru membahayakan kehidupan itu sendiri.

Nitrogen memiliki manfaat untuk menyuburkan tanah. Nitrogen memiliki peran penting bagi perkembangan tumbuhan dan tanaman. Ia merupakan unsur pembentuk struktur tumbuhan seperti biji, akar, daun dan jaringan tumbuhan lainnya.

Nitrogen juga merupakan unsur penting dalam asam amino yang membentuk materi genetic seperti RNA dan DNA yang merupakan komponen dasar organisme hidup yang ada di bumi.

Oksigen sangat penting bagi pertumbuhan dan fungsi sel tanaman. Tanpa oksigen nantinya tanaman akan mengalami metabolisme yang terganggu. Biasanya ini dicirikan oleh kondisi tanaman yang mengalami hipoksia dan anoksia. Hipoksia kondisi tanaman yang memiliki suplai oksigen yang sedikit, sedangkan anoksia kondisi yang sama sekali tidak memiliki suplai oksigen. Tanaman tanpa oksigen akan menghambat proses respirasi, penyerapan air dan ior yang berhenti, terakhir kematian.

Bagi manusia oksigen merupakan kebutuhan mendasar untuk kehidupan. Ia adalah kebutuhan dasar atau kebutuhan fisiologis yakni sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi untuk mempertahankan keberlangsungan hidupnya. Oksigen berperan dalam bantu proses metabolisme tubuh. Jika manusia kekurangan oksigen maka akan terjadi kerusakan jaringan otak hingga kematian. Dengan demikian, peran oksigen bagi manusia sangat krusial dan sangat banyak.

Melihat banyaknya kandungan dan manfaat yang terdapat dalam udara, membuat manusia memiliki hubungan yang tidak bisa terlepas antar satu dengan yang lainnya. Namun bagaimana jadinya apabila udara-udara tersebut menjadi tercemar? Bagaimana kelangsungan hidup nantinya?

Indonesia mulai sering dikenal dengan polusi udara yang tinggi. Pada tahun 2021 misalnya Indonesia berada di peringkat ke-17 sedunia dan negara dengan polusi udara terburuk di antara negara-negara Asia Tenggara. Kemudian pada tahun 2022, Indonesia, khususnya Jakarta dinobatkan sebagai kota dengan kualitas udara terburuk sedunia. Terakhir pada tahun 2023, Jakarta kembali menempatkan posisi teratas sebagai kota dengan kualitas udara terburuk.

WHO sendiri menyatakan sekitar 2,4 milliar penduduk di dunia terpapar risiko bahaya dari polusi udara. Terdapat 7 juta kematian yang disebabkan oleh polusi udara setiap tahunnya.

Dilansir dari laman Kemkes, menurut Global Burden Diseases (2019) terdapat lima penyakit respirasi yang paling mematikan di dunia, mulai dari penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), pneumonia, kanker paru, tuberculosis dan asma. Penyakit di atas diperparah atau disebabkan oleh paparan udara yang penuh akan polusi.

Di Indonesia empat penyakit dengan kasus dan jumlah kematian terbanyak adalah PPOK dengan 145 kasus dan 78,3 ribu kematian, kanker paru ada 18 kejadian dengan 28,6 ribu kematian, pneumonia tercatat 5.900 kasus dan 52,5 ribu kematian, terakhir ada asma dengan total 504 kasus dan menyebabkan kematian sebanyak 27,6 ribu.

Bukan tanpa sebab apabila polusi udara menjadi hal yang berbahaya bagi masyarakat. Di Indonesia sendiri ada beragam. Mulai dari emisi industrialisasi, penggunaan bahan bakar fosil, produk kimiawi/sintetis (seperti Volatile Organic Compounds / VOCs), jalur produksi-distribusi pangan, pembakaran sampah, pertambangan, kebakaran hutan dll.

Selain menyebabkan dampak terhadap masyarakat, polusi udara juga bisa memberikan dampak terhadap alam sekitar. Salah satu hal yang bisa diperhatiakn terkait hal ini adalah ketika udara tersebut mengalami proses kondensasi dalam siklus hidrologi hujan. Ketika polusi udara menumpuk di awan dan mengakibatkan hujan, maka partikel-partikel yang terbawa di udara acapkali terbawa kembali turun ke bumi melalui hujan, atau yang disebut dengan hujan asam.

Hujan asam ini berbahaya lantaran mampu berpotensi mengakibatkan kematian tumbuh-tumbuhan, sumber penyakit, merusak bangunan fasilitas, hingga pencemaran air. Ketika lingkungan di sekitar kita turut tercemar seperti air, maka itu akan menjadi masalah baru bagi masyarakat. Terutama bagi ekosistem air yang juga merupakan komponen alamiah yang sangat dibutuhkan manusia selain udara.

Pun udara dan air tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Mereka merupakan satu kesatuan yang saling bertaut dan merupakan hasil dari siklus alam yang terjadi sehari-hari. Air atau lebih tepatnya lautan mampu menyerap karbondioksida yang berlebihan dan menghasilkan oksigen dengan bantuan organisme kecil bernama fitoplankton. Tercatat 70 persen oksigen di dunia berasal dari lautan. Laut juga mampu menyerap 23 persen karbondioksida per-tahun dan mampu menyerap suhu panas hingga 90 persen.

Namun dengan maraknya industrialisasi dan produksi emisi yang tidak kunjung padam hingga menyebabkan pemasan global, laut diperkirakan kehilangan kemampuan menyerap karbondioksida dan cuaca panas.

Artinya manusia sudah menjadi pelaku kerusakan sekaligus korban dampak kerusakan lingkungan yang meliputi komponen udara dan laut. Di sisi lain, manusia juga mengambil manfaat dari dua anasir tersebut untuk kelangsungan hidup dan keluarganya.

Lantas apa solusinya?

Akan sulit jika membicarakan solusi yang pasti, meskipun ada dibutuhkan kesediaan dan waktu yang relatif lama untuk mencapai solusi tersebut. Jauh lebih sulit menyarankan solusi kepada orang lain yang jumlahnya mencapai jutaan lebih penduduk. Dengan demikian, hal yang bisa dilakukan adalah mulai dari sendiri: mulai bijaksana dalam konsumsi suatu produk, bijaksana dalam mengolah sampah, hindari aktivitas penyumbang gas emisi rumah kaca dan masih banyak lagi. Mengatur diri sendiri jauh lebih memungkinkan ketimbang menyarankan kepada khalayak umum. Karena Bumi Cuma Satu, Berdaya Hadapi bencana.