Berdasarkan data yang dihimpun Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dalam kurun 10 tahun terakhir 2014 – 2023, tahun 2020 memiliki jumlah kejadian bencana yang terbanyak. Dalam 10 tahun tersebut bencana terbesar yang terjadi adalah puting beliung, banjir, dan tanah longsor.
Sepanjang 10 tahun terakhir tersebut wilayah Sulawesi Tengah memiliki jumlah korban meninggal terbanyak yakni 3.702 jiwa. Sedangkan wilayah Jawa Barat memiliki jumlah jiwa yang menderita mencapai 7 juta akibat bencana alam.
Analisa yang dilakukan World Banks menunjukan, Indonesia berada di peringkat ke-12 dari 35 negara yang memiliki risiko kematian yang tinggi akibat berbagai bencana alam. Sebanyak 40 persen populasi Indonesia berada dalam wilayah yang rawan bencana.
Masih dalam analisa yang sama, sepanjang tahun 1980 – 2020, bencana alam yang terjadi di Indonesia didominasi oleh kejadian banjir, gempa bumi, dan longsor.
“Banjir telah menjadi ancaman terbesar bagi masyarakat Indonesia di pusat-pusat kota besar, termasuk Jakarta, Medan, dan Bandung, yang masing-masing dihuni oleh lebih dari 13 juta, dua juta, dan empat juta orang,” tulis dalam Climate Change Knowledge Portal.
Kenyataan ini diperparah dengan perubahan iklim yang mengancam akan memperburuk risiko bencana hidro-meteorologis seperti banjir dan kekeringan. Salah satunya imbas perubahan iklim adalah kenaikan permukaan laut yang mengancam 42 juta penduduk Indonesia yang tinggal kurang dari 10 meter di atas permukaan laut.
Kenaikan satu meter permukaan laut dapat menggenangi 405.000 hektar daratan dan mengurangi wilayah Indonesia dengan membanjiri pulau-pulau dataran rendah.
Kenaikan permukaan laut setinggi 50 sentimeter dan penurunan muka tanah di Teluk Jakarta, dapat secara permanen menggenangi daerah padat penduduk di Jakarta dan Bekasi yang menampung lebih dari 270.000 orang.
Di satu sisi kekeringan yang berkepanjangan pada gilirannya diproyeksikan akan memperburuk dampak kebakaran hutan.
Perubahan iklim juga akan menurunkan ketahanan pangan karena pola produksi dan hasil panen berubah akibat pergeseran curah hujan, penguapan, limpasan air dan kelembaban tanah.
Dalam situasi yang berbeda, semenjak pekan lalu hingga hari ini, hampir sebagian besar negara-negara di Asia Selatan masih terdampak gelombang panas atau “heatwave”.
Badan Meteorologi di negara-negara Asia seperti Bangladesh, Myanmar, India, China, Thailand dan Laos telah melaporkan kejadian suhu panas lebih dari 40°C yang telah berlangsung beberapa hari belakangan dengan rekor-rekor baru suhu maksimum di wilayahnya.
“Di Indonesia, suhu maksimum harian tercatat mencapai 37,2 derajat Celcius di stasiun pengamatan BMKG di Ciputat pada pekan lalu, meskipun secara umum suhu tertinggi yang tercatat di beberapa lokasi berada pada kisaran 34 – 36 derajat C,” tulis dalam laporan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Melihat kenyataan di atas, dalam memperingati Hari Kesiapsiagaan Bencana (HKB) 2023 yang jatuh pada 26 April 2023, Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa mengimbau masyarakat untuk mawas akan risiko bencana alam. Kemudian mulai meningkatkan kapasitas diri dan mengubah pola hidup yang ramah lingkungan, sehingga mampu menjadi diri yang tangguh dalam menghadapi bencana.
“Langkah nyata membangun ketangguhan menghadapi bencana adalah dengan selalu sadar akan risiko bencana yang ada di sekitar kita dan melakukan kesiapsiagaan sebagai upaya untuk mengantisipasi dan merespon bencana secara efektif,” terang Arif Rahmadi Haryono selaku Chief Executive Officer DMC Dompet Dhuafa.
“Mari tetap Berdaya Hadapi Bencana. Selamat memperingati Hari Kesiapsiagaan Bencana 26 April 2023. Tingkatkan ketangguhan desa, kurangi risiko bencana. Siap untuk Selamat!” tutup Arif.