Ancaman Karhutla dan El-Nino, DMC Dompet Dhuafa Siapkan Agenda Mitigatif

Tangerang—Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa akan menyiapkan agenda mitigasi untuk hadapi ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) serta kekeringan akibat El – Nino. Melalui diskusi bersama Prof. Dr. Bambang Hero Saharjo, M.Agr selaku Guru Besar Perlindungan Hutan, Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB, sekaligus Direktur Regional Forest Fire Management Resource Center-Southeast Asia (RFMRC-SEA), beberapa rekomendasi ditemukan pada pertemuan yang digelar secara daring pada Selasa (06/06/2023).

Sebelumnya Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi bahwa musim kemarau 2023 lebih kering dibandingkan tiga tahun terakhir.

Hal itu dikarenakan kondisi La Nina selama tiga tahun terakhir yakni sejak 2020 hingga 2022 yang berdampak pada iklim basah intensitasnya mulai melemah. Prediksi ini dikuatkan potensi El Nino atau fenomena pemanasan suhu muka laut hingga 60 persen.

Sekretaris Jenderal World Meteorological Organization (WMO) Petteri Taalas mengingatkan, El Nino tahun 2023 kemungkinan besar menyebabkan lonjakan baru dalam pemanasan global dan meningkatkan peluang untuk memecahkan rekor suhu menjadi lebih buruk.

Sementara itu, Kepala BMKG menyampaikan bahwa awal musim kemarau di sebagian wilayah diprediksi terjadi pada April dan menyebar di seluruh wilayah pada Mei-Agustus 2023.

Adapun wilayah yang diprediksi mengalami sifat musim kemarau di bawah normal atau jadi lebih kering yaitu di Aceh bagian utara, sebagian sumut, Riau bagian utara, Sumatera bagian selatan, sebagian besar Jawa, Bali, sebagian Nusa Tenggara, Kalimantan bagian selatan, sebagian Sulawesi, Maluku Utara, Papua Barat bagian selatan, dan Papua bagian selatan.

“Selain di Indonesia, kebakaran juga terjadi di Kamboja, Vietnam, Thailand, Malaysia, Korea Selatan, Kanada, dan California,” imbuh Prof. Bambang.

Kebakaran sendiri pada umumnya tidak hanya terjadi akibat musim kemarau tapi acap kali juga disebabkan perbuatan tangan manusia.

“Karhutla itu perbuatan manusia. Temuan di lapangan juga merupakan perbuatan manusia,” sambung Prof. Bambang.

Maka dari itu, agak sulit merumuskan kebakaran sebagai bencana. Namun disebabkan terjadinya kebakaran kemudian timbul bencana, salah satunya bencana asap yang bisa terjadi hingga dalam waktu yang berlarut-larut.

Bencana asap ini menyebabkan kerugian baik secara materi maupun fisik. Seperti dihentikannya aktivitas belajar mengajar, berkantor, bahkan penerbangan yang ditunda.

Seperti kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada tahun 1997 di Indonesia yang melahap 10 sampai 11 juta hektar lahan. Diperkirakan 8 provinsi di Indonesia ada 12 juta penduduk terancam. Sebanyak 36 ribu jiwa rawat jalan, 15 ribu rawat inap, 2 juta jiwa terhambat pekerjaannya, 4 juta jiwa sulit beraktivitas sehari-hari. Semua itu diakibatkan oleh kebakaran yang melanda Indonesia pada tahun 1997.

Diketahui juga kebakaran tersebut memakan korban hingga 500 kematian, 58 ribu terjangkit bronkhitis, 298 ribu terjangkit asma, dan 1 juta jiwa terjangkit ISPA.

“Dalam asap kebakaran gambut itu, kami mendeteksi 90 gas dan yang mengerikan lagi 50 gasnya beracun untuk manusia. Salah satunya adalah gas Furan, masih satu kelompok dengan Dioxin. Jadi apabila gas ini terhirup oleh ibu hamil maka anaknya akan mengalami kelainan fisik,” pungkas Prof. Bambang.

Pada akhirnya kebakaran hutan dan lahan berada dalam lingkaran yang membahayakan kehidupan manusia. Kebakaran tersebut menyumbang emisi gas yang kemudian berdampak pada perubahan iklim hingga akhirnya hal ini meningkatkan risiko bagi lingkungan dan manusia, yang kembali mengakibatkan munculnya kebakaran hutan dan lahan.

“Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia, hampir setiap tahun terjadi dan itu dilakukan oleh manusia, maka sejatinya kegiatan pengendaliannya dilakukan sejak awal, dan tidak harus menunggu El Nino hadir kemudan baru serius penanganannya,” aku Prof. Bambang.

“Sudah dapat dipastikan bahwa penyebab terjadinya kebakaran hutan dan lahan di Indonesia adalah akibat perbuatan manusia. Untuk itu sejatinya kegiatan pencegahan, pemadaman, dan penanganannya dapat dilakukan,” lanjutnya.

Arif Rahmadi Haryono selaku Chief Executive Officer DMC Dompet Dhuafa akan menyiapkan rekomendasi program intervensi untuk menghadapi dan menggencarkan kesiapsiagaan terhadap potensi kekeringan dan kebakaran hutan yang ada di Indonesia.

“Banyak pihak menyatakan kekeringan pada tahun ini cukup besar dan cukup lama dengan puncaknya diprediksi di bulan Agustus. Tentu dengan bencana seperti itu maka akan timbul risiko-risiko kekeringan dan kebakaran hutan yang bisa jadi mengikuti efek dari kekeringan yang terjadi,” ungkap Arif.

“Untuk itu DMC Dompet Dhuafa ingin memperdalam dan juga ingin berdiskusi lebih lanjut tentang seberapa besar dampak kekeringan dan kebakaran hutan yang berpotensi terjadi pada tahun ini dan mungkin kita bisa memperdalam dan mengelola agar kita semua bisa lebih siap dan siaga agar bisa mengurangi dampak atau korban yang terjadi,” sambungnya.

Dalam kesempatan yang berbeda Ahmad Baihaki selaku Community Resilience and Advocacy Manager DMC Dompet Dhuafa menambahkan bahwa rencana program-program tersebut akan digencarkan oleh masing-masing departemen DMC Dompet Dhuafa.

“Kita sudah buat rencana aksi di masing-masing departemen DMC Dompet Dhuafa. Kita akan dorong DMC Dompet Dhuafa buat tim Squad menghadapi karhutla dan kekeringan,” ujar Ahmad melalui pesan singkat.

Melalui departemen Community Resilience and Advocacy akan melakukan pemetaan wilayah yang berpotensi rentan terjadinya kekeringan dan kebakaran hutan serta lahan, pemetaan jalur evakuasi, titik kumpul pengungsian, dan menentukan intervensi wilayah dampingan.

Sedangkan melalui departemen Humanity Academy akan melakukan pelatihan masyarakat dan relawan untuk peningkatan kapasitas dalam kesiapsiagaan kekeringan dan kebakaran hutan serta lahan dengan memuat kearifan lokal.

Kemudian bagi departemen Respone-Recovery akan menyiapkan mitra relawan yang terjaring di masing-masing wilayah yang rentan atas kebakaran hutan dan lahan di Indonesia. Selain itu meningkatkan dan persiapkan alat-alat yang memadai bagi aksi pemadaman hutan dan lahan.  

Selain itu hadir juga rekomendasi untuk pembuatan sumur bor yang dekat dengan wilayah rentan kebakaran hutan dan lahan. Mengingat di titik rentan kebakaran tersebut biasanya sulit mengakses air untuk pemadaman.

Kesemua intervensi program tersebut akan menitikberatkan pada peran aktor masyarakat lokal yang berada di wilayah tersebut. Karena mereka adalah aktor utama dan yang paling terdepan dalam membantu masyarakat di sekelilingnya sehingga pelibatan masyarakat merupakan aspe penting dalam penanggulangan bencana.

“Khusus untuk masyarakat, sudah sepantasnya mereka diberikan jalan keluar yang bijaksana dan diperlakukan sebagai partner dan bukan sparring partner dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan,” tutup Prof. Bambang.

DMC Dompet Dhuafa mengajak semua untuk turut serta dalam gerakan penanggulangan bencana di Indonesia. Karena Bumi Cuma Satu, Saatnya Indonesia Berdaya Hadapi Bencana. (AFP/ DMC Dompet Dhuafa)