Membuang Sampah Pada Tempatnya, Masih Efektifkah Untuk Mengatasi Pencemaran Sungai?

oleh: Habiba Jamal El Afif

Kondisi sungai di Indonesia sedang berada di situasi yang tidak beruntung. Banyak sungai di Indonesia yang telah menjadi titik pembuangan sampah dan berhasil mencemari sungai. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2020) menjelaskan bahwa 59% sungai di Indonesia telah tercemar berat dan tersebar di 564 titik, tercemar sedang sebanyak 26,6%, serta tercemar ringan sebanyak 8,9%. Selain itu, Badan Pusat Statistik (BPS) juga menyatakan sekitar 46% sungai di Indonesia dalam keadaan tercemar berat, 32 persen tercemar sedang berat, 14% tercemar sedang dan 8% tercemar ringan. Bukan angka yang sedikit mengingat betapa luasnya dan bagaimana banyaknya sungai yang ada di tanah air.

Salah satu penyebab pencemaran sungai di Indonesia adalah karena sungai masih menjadi tempat pembuangan sampah bagi masyarakat, tidak hanya karena tidak mendapatkan pelayanan pengelolaan sampah yang baik dari pemerintah tapi juga tidak adanya kesadaran akan dampak membuang sampah ke sungai, meskipun tempat sampah sangat mudah ditemukan. Memang membuang sampah ke sungai dinilai praktis dan tidak membutuhkan biaya, sehingga kebiasaan buruk tersebut lambat laun menjadi budaya di tengah masyarakat. Pergeseran zaman juga membuat sungai mengalami pergeseran fungsi dan dianggap sebagai tempat yang tidak memiliki manfaat.

Pada tahun 2018, Sungai Citarum dinobatkan sebagai sungai paling tercemar di dunia oleh Bank Dunia sebagai dampak tingginya tingkat pencemaran sungai di Indonesia. Penyebabnya berasal dari limbah industri dan rumah tangga. Sungai Citarum memiliki Daerah Aliran Sungai (DAS) seluas 11.323Km2, atau 32% dari luas Jawa Barat. Tercatat ada 18 juta lebih penduduk yang tinggal di sekitar DAS Citarum. Menurut laporan yang diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia, sampah di kawasan Sungai Citarum mencapai 15.838 ton setiap harinya. Kondisi Sungai Citarum yang tercemar dan penuh dengan sampah telah memicu banyak masalah lingkungan dan kesehatan. Banyak warga yang menggunakan air dari Sungai Citarum untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti mandi, mencuci, dan memasak. Hal ini mengakibatkan kesehatan masyarakat menjadi terancam akibat kontaminasi bahan kimia berbahaya yang terkandung dalam air sungai. Sungai Citarum menjadi salah satu contoh sungai dengan pencemaran sampah tertinggi di Indonesia.

Sampah-sampah yang tersebar di sungai berkontribusi terhadap peningkatan tekanan pada ekosistem sungai. Sebagian besar sampah kita saat ini terbuat dari produk non- biodegradable seperti plastik, logam, dan kaca yang sulit terurai serta memiliki dampak yang serius pada sungai dan ekosistem sungai yang ada di sekitarnya. Beberapa dampaknya antara lain:

  1. Pencemaran air: Sampah non-biodegradable dapat mengotori air sungai dan merusak kualitas air. Banyak sampah plastik yang terbuang ke sungai dan terbawa arus hingga ke laut, sehingga merusak ekosistem laut dan mengancam kelangsungan hidup berbagai spesies laut.
  2. Keracunan dan kematian hewan: Sampah non-biodegradable dapat menjadi ancaman bagi hewan-hewan yang hidup di sungai. Hewan yang memakan sampah plastik, misalnya, dapat tercekik atau mengalami keracunan. Selain itu, sampah logam yang terbuang ke sungai juga dapat merusak habitat hewan dan mengakibatkan kematian hewan yang hidup di dalamnya.
  3. Gangguan pada sistem irigasi: Sampah non-biodegradable yang menumpuk di sungai juga dapat mengganggu sistem irigasi dan menyebabkan banjir. Hal ini dapat berdampak buruk pada pertanian dan kesejahteraan masyarakat yang hidup di sekitar sungai.
  4. Dampak kesehatan: Pada akhirnya, sampah non-biodegradable juga dapat berdampak pada kesehatan manusia. Air sungai yang tercemar oleh sampah non-biodegradable dapat menjadi sumber penyakit yang membahayakan kesehatan masyarakat yang mengonsumsinya atau yang menggunakan air sungai untuk berbagai keperluan.

Pengurangan penggunaan sampah non-biodegradable dan pemberantasan sampah yang sudah ada di sungai sangatlah penting untuk menjaga keseimbangan dan kesehatan ekosistem sungai serta kesehatan manusia yang terkait dengan air sungai. Sangat penting untuk terus melakukan upaya untuk mengurangi dan mengendalikan produksi sampah serta menjaga kebersihan sungai agar dapat terhindar dari dampak negatif yang lebih besar. Berbagai solusi mengatasi limbah sungai untuk mencegah pencemaran belum membuahkan hasil yang signifikan bagi lingkungan. Upaya untuk mengurangi pencemaran sungai meliputi pengelolaan limbah yang lebih baik, penggunaan teknologi yang ramah lingkungan, pendidikan masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan, penyediaan sarana penangkapan dan pengolahan sampah, serta pembersihan sungai dan pantai belum sepenuhnya menyelesaikan masalah. Inisiatif yang baik memerlukan dorongan yang besar dari pemerintah melalui perumusan dan penegakan kebijakan yang tegas yang berpihak pada gerakan hidup tanpa sampah, penerapan konsumsi dan produksi yang berkelanjutan, serta pengelolaan sampah yang bertanggung jawab. Peran semua pihak termasuk pemerintah, industri, dan masyarakat sangat penting untuk menjaga sungai tetap bersih dan bebas dari pencemaran. Usaha-usaha tertulis di atas masih gencar dilakukan pemerintah dan berbagai stakeholder di masyarakat. Namun apakah terdapat cara yang lebih efektif untuk menghindari pencemaran sungai akibat sampah?

Hal yang juga harus digarisbawahi adalah Indonesia sebagai salah satu negara dengan penduduk terbanyak memiliki angka produksi sampah yang terus meningkat seiring pertumbuhan penduduk, sehingga dibutuhkan pengolahan sampah berkelanjutan untuk solusinya. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyampaikan bahwa produksi sampah nasional mencapai 175.000 ton per hari. Jika dikalkulasi dalam skala tahunan, Indonesia menghasilkan sampah sebanyak 64 juta ton dengan rata-rata satu orang penduduk Indonesia menyumbang sampah sebanyak 0,7 kg per hari. Bayangkan kalkulasinya, sebanyak 0,7 kg sampah dihasilkan oleh satu orang siapa pun itu, entah sebagai mahasiswa, pelajar, pekerja, atau lainnya.

Sebanyak 0,7 kg jika dihitung dalam angka nyata mungkin sekitar 5-10 sampah plastik adanya. Tanpa perlu berandai-andai, kita mungkin pelaku sebenarnya atau bahkan telah mengakibatkan sampah lebih banyak dari angka tersebut. Mulai dari pagi, kita beli sarapan di warung, bungkus makanan, bungkus plastik, botol minum, kemudian beli beberapa cemilan dengan plastik bungkusnya, serta masih banyak lagi. Tanpa kita sadari penggunaan plastik telah terlalu banyak kita lakukan, namun tanpa kita sadari juga hal tersebut mengakibatkan angka sampah yang terus meningkat setiap harinya. Banyak yang tidak kita perhitungkan lebih lanjut adalah bagaimana pengolahan sampah tersebut kemudian. Andaikata kita membuang sampah di tempatnya, kemudian sampah tersebut dibawa ke tempat akhir pembuangan sampah, apa yang  terjadi terhadap sampah-sampah tersebut. Apakah dibakar atau bagaimana?

Salah satu contoh tempat pengolahan sampah adalah Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang. Setiap harinya 7.800 ton sampah yang diterima TPST Bantar Gebang dari berbagai titik pengumpulan/pengolahan sampah. Sampah tersebut sebagian kecil tidak sampai 5% yang dibakar atau dihancurkan. Sisanya dibiarkan menumpuk dan tidak diolah. Akibatnya sampah-sampah yang dibuang ke sana menjadi tumpukan sampah yang mengancam. Tumbukan sampah yang ada bahkan sudah mencapai 40 meter atau setara ketinggian gedung 16 lantai. Ancaman bom waktu mengintai gunung sampah TPST Bantar Gebang, baik dengan resiko kesehatan, ekonomi, infrastruktur, dan sebagainya.

Kampanye 6R (Rethink, Refuse, Reduce, Reuse, Recycle, Rot) barang kali dapat menjadi solusi alternatif untuk mengurangi sampah yang dihasilkan dan memperbaiki lingkungan. Strategi 6R adalah pendekatan yang fokus pada pengurangan sampah melalui 6 prinsip, yaitu:

  • Rethink (Memikirkan kembali): Prinsip ini mengajarkan kita untuk mempertimbangkan ulang kebutuhan kita dan mencari alternatif penggunaan barang yang lebih ramah lingkungan. Misalnya, memilih kemasan produk yang dapat didaur ulang atau menggunakan botol air minum yang dapat diisi ulang daripada menggunakan botol plastik sekali pakai.
  • Refuse (Menolak): Prinsip ini mengajarkan kita untuk menolak barang-barang yang tidak dibutuhkan atau yang tidak ramah lingkungan, misalnya, menolak kantong plastik sekali pakai saat berbelanja atau menolak kemasan produk yang berlebihan.
  • Reduce (Mengurangi): Prinsip ini mengajarkan kita untuk mengurangi jumlah barang yang kita gunakan dan menghasilkan lebih sedikit sampah. Misalnya, membeli barang-barang dengan kemasan yang lebih kecil atau menghindari produk yang menghasilkan sampah berlebihan.
  • Reuse (Menggunakan Ulang): Prinsip ini mengajarkan kita untuk menggunakan kembali barang-barang yang masih dapat digunakan, seperti kantong belanja kain, botol air minum yang dapat diisi ulang, atau kemasan makanan yang dapat digunakan kembali.
  • Recycle (Mendaur Ulang): Prinsip ini mengajarkan kita untuk mendaur ulang barang-barang yang tidak dapat digunakan kembali, seperti kertas, plastik, dan logam. Daur ulang dapat membantu mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke TPA atau sungai.
  • Rot (Menguraikan): Prinsip ini mengajarkan kita untuk mengomposkan sampah organik dan memanfaatkannya sebagai pupuk untuk tanaman. Menguraikan sampah organik dapat membantu mengurangi volume sampah dan menghasilkan pupuk alami yang baik untuk lingkungan.

Penerapan strategi 6R dapat membantu mengurangi penggunaan sumber daya alam dan menghemat energi. Oleh karena itu, penting untuk mengadopsi prinsip-prinsip ini dalam kehidupan sehari-hari untuk membantu menjaga lingkungan yang bersih dan sehat. Bayangkan sampah yang dapat dikurangi dengan kita memulai prinsip 6R ini untuk diri sendiri. Prinsip membuang sampah pada tempatnya menjadi kurang efektif untuk mengurangi pencemaran lingkungan, dibutuhkan strategi baru agar lingkungan bebas dari sampah dapat terwujud. Mengurangi penggunaan plastik sebagai salah satu penyebab utama sampah dapat menjadi langkah efektifnya. Sehingga jika berpatokan dalam prinsip 6R, memikirkan kembali dan menolak penggunaan plastik, akan sangat berpengaruh banyak dalam mengurangi sampah dan menghindari pencemaran lingkungan, terkhusus sungai yang menjadi salah satu ekosistem terbesar di bumi.

Biodata Singkat

Habiba Jamal El Afif salah seorang mahasiswi dari jurusan Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas.

DAFTAR PUSTAKA

  1. The       6Rs       of       Sustainable       Living       oleh       Zero       Waste       Scotland (https://www.zerowastescotland.org.uk/content/6rs-sustainable-living)
  2. The 6Rs of Sustainability: How to Reduce Waste in Your Life oleh GreenMatch (https://www.greenmatch.co.uk/blog/2017/10/the-6-rs-of-sustainability-how-to- reduce-waste-in-your-life)
  3. Reduce, Reuse, Recycle: How to Save Money and Cut Costs by Reducing Waste oleh NerdWallet (https://www.nerdwallet.com/article/finance/reduce-reuse-recycle-save- money-cut-costs-reducing-waste)